Lihat ke Halaman Asli

Akbar Pitopang

TERVERIFIKASI

Berbagi Bukan Menggurui

Benarkah Malaysia yang Salah?

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1340171445454111495

[caption id="attachment_189332" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi/ Admin (Kompas.com)"][/caption]

AKBARPITOPANG --- Permasalahan yang tengah hangat diperbicangkan massa dan media di indonesia perihal pengklaiman budaya mandailing oleh malaysia perlu di cermati lagi lebih dalam. Kita sebagai bangsa yang besar perlu bersikap bijak untuk memperlihatkan bahwa kita berwibawa.

Sebenarnya bukan malaysia yang menginginkan pengklaiman itu. Namun karena tuntutan masyarakat keturunan mandailing yang ada disana yang menginginkan mereka diakui keberadaan oleh malaysia. Budaya mandailing ingin disejajarkan dan eksis seperti budaya lain seperti cina, india, jawa, minang, bugis dan budaya lainnya.

Keberadaan masyarakat mandailing disana sudah ada sejak berates tahun yang lalu. Mereka sudah sejak lama beranak pinak dan membangun peradaban keturunan mandailing disana. Oleh sebab itu keturunan mandailing disana ingin eksis seperti etnis lain yang ada di malaysia.

Media di indonesia sudah terlanjur mendoktrin masyarakat dengan kata-kata ‘klaim’. Atau makna kasarnya pencurian dan pengakuan atas hak orang lain. Sehingga ketika terjadi kasus-kasus seperti saat ini masyarakat kembali kebakaran jenggot.

Kekesalan dan benih kebencian kepada malaysia juga dibumbui oleh berbagai faktor pendukung. Seperti aksi kesombongan malaysia terhadap indonesia, penganiayaan terhadap tki, penyerobotan tapal batas negara dan kasus-kasus lainnya yang membuat bangsa kita seperti semakin terhina di mata malaysia.

Dan ketika terjadi kasus pengklaiman budaya seperti saat ini kemarahan kita kepada malaysia semakin menjadi-jadi. Kita melihat dan menilai malaysia semakin keras. Malaysia tak boleh terus dibiarkan!

Ketika saya mengobrol dengan teman-teman saya mahasiswa beberapa waktu yang lalu tentang bagaimana menyikapi kasus pengklaiman ini maka banyak opini yang terlontar.

Salah satunya ada yang menyamakan dengan kasus yang dialami oleh etnis china/ tionghoa yang ada di indonesia. Dulu keadaan mereka tak seperti saat ini. Bedanya dengan yang dialami di malaysia, di indonesia etnis china tertindas dan terintimidasi.

Namun sekarang kebudayaan china sudah diangkat ke permukaan. Kita bangsa indonesia tak lagi seperti dulu. Kebudayaan china ikut menjadi bagian dari identitas kebudayaan indonesia.

Berbagai kebudayaan berbau chinese ditampilkan. Kebudayaan masyarakat tionghoa menjadi semakin eksis dan keberadaan mereka sudah diakui oleh negara.

Apa yang dialami oleh masyarakat tionghoa di indonesia mirip seperti yang dialami oleh masyarakat keturunan china, india, jawa, bugis dan etnis lainnya di malaysia. Bedanya kalau di malaysia kebedaraan mereka menjadi sebuah tambahan kekayaan kebangsaan yang dimiliki malaysia.

Ketika masyarakat keturunan china di indonesia memainkan beragam kebudayaannya, pemerintahan china tak berang sedikitpun. Kenapa? Karena masyakat tionghoa di indonesia sudah ikut melestarikan beragam kebudayaan chinese.

Mungkin karena china memiliki rakyat yang luar biasa jumlahnya. Masyarakat china juga suka merantau dan beranak pinak di negara lain di seluruh dunia ini. Sama seperti yang dialami masyarakat indonesia yang suka merantau dan menetap di luar negeri.

Di malaysia ada orang china, di indonesia ada, di amerika ada, di afrika ada, di negara eropa juga ada. Dimana pun mereka berada mereka tetap mempertahankan identitas mereka dengan melestarikan kebudayaannya.

Masyarakat keturunan etnis asli indonesia di luar sana juga demikian. Mereka masih mempertahankan identitasnya. Masih banyak yang tetap melestarikan kebudayaan dari mana mereka berasal.

Dimanapun etnis china berada, budaya dan identitasnya selalu terasa. Budaya china semakin eksis. Eksis di luar dan juga eksis di negara china sendiri. Di negara china sana, kebudayaan china masih sangat dilestarikan dan dijaga keberadaannya.

Namun itulah salahnya dan titik permasalahan yang dialami indonesia. Ketika masyarakat keturunan etnis asli indonesia di negara lain semaikin besar jumlahnya dan tetap melestarikan kebudayaannya, di indonesia sendiri kebudayaan itu seperti tak terjaga dan ditinggalkan begitu saja. Kurangnya kesadaran masyarakat indonesia sendiri untuk melestarikan kebudayaan indonesia di negara aslinya sendiri.

Orang indonesia mau tak mau harus menerima keadaan ini. Jumlah rakyat indonesia sama besarnya seperti rakyat china. Orang indonesia juga suka merantau dan menetap di negara lain seperti yang dialami orang china.

Maka konsekuensi itu harus bisa diterima oleh indonesia. Kebudayaan itu adalah milik bangsa dan harus dilestarikan.

Indonesia adalah negara yang besar. Indonesia harus dan wajib melestarikan keberadaan beragam kebudayaan yang dimilikinya. Dengan masyarakat indonesia sendiri telah benar-benar melestarikan budaya dan identitasnya di indonesia ini maka saya rasa tak akan ada masalah seperti ini lagi.

Orang indonesia di negara manapun di dunia ini berhak melestarikan budayanya sebagai identitasnya. Namun di indonesia budaya dan identitas itu harus jelas dan pasti keberadaannya.

Tak masalah lagi jika negara lain ikut mempelajari dan melestarikannya. Sedang di indonesia budaya tersebut tetap lestari juga. Dan masyarakat dari negara lain tahu bahwa budaya itu berasal dari indonesia.

Namun permasalahannya lagi tentu jangan ada aksi pengklaiman oleh negara lain yang menganggap bahwa budaya itu sebagai bagian dari warisan negaranya. Budaya itu milik bangsa bukan milik negara. Mereka boleh mengembangkan budaya itu di negara lain namun tetap mengakui kalau budaya itu awalnya berasal dari indonesia.

Inilah tantangan terbesar yang dialami indonesia. Jika pemerintah indonesia masih tak serius dan membuka mata tentang kelestarian budayanya maka ada alamat budaya indonesia akan benar-benar di klaim oleh negara lain.

Orang indonesia sendiri malah lengah akan hal ini. Ketika bangsa lain begitu mengelu-elukan budaya indonesia, orang indonesia sendiri malah tertarik dengan budaya asing dan meninggalkan budayanya begitu saja. Orang indonesia sendiri kurang sadar untuk melestarikan budayanya. Jika tetap dibiarkan terlena oleh keadaan itu maka silahkan bersiap-siap untuk gigit jari ketika negara lain mengakuinya dan dunia malah tahu dan paham bahwa budaya itu dari negara yang bersangkutan bukan dari indonesia. Jika hal itu sampai terjadi maka sungguh malang dan kasihan melihat indonesia!

Mulai detik ini marilah kita mulai mencintai negara kita indonesia ini sepenuh hati. Jangan setengah-setengah seperti yang pernah kita bahas pada tulisan sebelumnya, Mencintai Indonesia Setengah Hati. Kita harus benar-benar peduli dan melestarikan budaya kita dan mengenalkannya pada orang luar.

Kita mulai dengan melestarikan budaya kita sendiri. Kita mulai dari diri kita sendiri. Jika semua masyarakat indonesia tahu dengan identitas darimana mereka berasal dan melestarikannya maka semua budaya indonesia akan terus selalu jaya dan eksis di indonesia sendiri.

Kita jangan hanya bisa berteriak-teriak dan kebakaran jenggot saat malaysia beraksi. Kita buktikan bahwa budaya itu benar-benar asli dari indonesia. Kita buktikan bahwa budaya itu asli indonesia kepada semua orang di dunia ini agar mereka yakin bahwa budaya itu milik indonesia bukan milik malaysia, jepang, jerman atau negara lainnya.

Bagaimana caranya?

Tentu orang indonesia sendiri yang harus turun tangan dengan cara melastarikan budaya itu. Semua itu tinggal tergantung niat sepenuh hati orang indonesia sendiri. Itulah kuncinya!

Mari lestarikan budaya bangsa!

Jangan terlalu berlama-lama terbuai oleh budaya luar sehingga malah melupakan budaya kita sendiri!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline