Lihat ke Halaman Asli

Akbar Faizal

TERVERIFIKASI

Politisi

Tukang Cobek Mang Tajudin Mendatangiku Kemarin

Diperbarui: 27 Januari 2017   11:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Tukang Cobek, Mang Tajudin yang baru saja keluar dari penjara selama 9 bulan karena dianggap mempekerjakan anak di bawah umur mendatangiku kemarin di kantor. Berangkat dari Padalarang Bandung dengan bus sambil memikul jualan cobekannya, Mang Tajudin datang mengadukan nasibnya yang tetap gulita. Dituntut 3 tahun penjara dan denda 120 juta, subsider 1 bulan kurungan berdasarkan UU tindak pidana perdagangan orang, UU KUHP dan UU Perlindungan anak, lelaki berusia 42 tahun yang tak lulus SD ini belum bisa tersenyum lepas. Jaksa penuntut umum melakukan kasasi atas vonis bebas dari hakim.

Kasus ini saya ketahui bermula dari pemberitaan di media online. Kaget, saya meminta staf untuk berkoordinasi dengan Lembaga Bantuan Hukum —LBH Keadilan-- yang membela Tajudin di persidangan. Dari mereka saya mempelajari berkas kasusnya secara detail. Memang, secara teknis hukum, penerapan pasal ini bisa memicu berbagai kontroversi. Tetapi sang pemutus keadilan sudah menjatuhkan putusan lepas, yang lantas direspons dengan upaya kasasi oleh jaksa penuntut umum tadi.

Bagi saya, kasus seperti ini tidak bisa serta merta menggunakan kacamata kuda. Memandang segala sesuatunya menggunakan pendekatan hukum an sich. Padahal Prof Satjipto Rahardjo dengan aliran hukum progresifnya mengatakan, “Hukum itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum”. Karena itu, penegak hukum harus melihat suatu kasus dari sisi kemanusiaan termasuk dari sisi sosiologisnya. Tidak hanya melihat pemenuhan unsur pidananya.

Si Anak yang menjadi subyek tuduhan kepada Tajudin beserta orang tua dan mayoritas warga di kampung mereka menyatakan di persidangan bahwa Sang Anak tidak dipaksa melakukan pekerjaan berjualan cobek. Semata ingin membantu ekonomi keluarga. Terlebih, Si Anak merupakan keponakan Tajudin sendiri. Tapi di mata penegak hukum, hal itu memang tidak menghapus unsur pidana sehingga sampailah lelaki beranak 3 ini pada vonis 9 bulan penjara. Si anak nyaris putus sekolah karena tidak ada biaya. Begitulah, penegakan hukum selalu membawa efek berantai. Tidak hanya Tajudin yang menjadi korban, tetapi keluarga juga. Inilah yang harus dilihat penegak hukum.

Mang Tajuddin memohon agar terhindar dari penjara untuk kedua kalinya. Saya akan berbicara kepada para pihak agar kasasi jaksa tidak perlu dilanjutkan. Saya akan melakukannya pada kewenangan yang layak dan bisa saya lakukan. Sebuah surat juga akan saya layangkan kepada hakim yang memutus bebas Tajudin sebagai bentuk terima kasih telah memutus perkara dengan hati nurani. Kepada kejaksaan, tanpa bermaksud untuk mengintervensi perkara, saya akan meminta agar kasus ini mendapat atensi khusus dari Jaksa Agung. 

Saya senang bisa menerima dan mendengarkan luka seorang anak manusia di hadapan negaranya. Masih banyak yang harus kita lakukan untuk Indonesia kita. Saya juga senang melihat senyum Tajudin yang sumringah cobekannya habis diborong staf fraksi Nasdem dengan harga layak. Sebuah cobekan juga untukku. Saya yakin sambel dari cobekan hasil tangan langsung Tajudin akan lebih nikmat karena dibuat dengan kesungguhan dan tanggung jawab pada keluarganya. Dia sangat mencintai ketiga anaknya, terkhusus anak ketiganya yang lahir saat dia masih di penjara. (*)

Jakarta, 26 Januari 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline