Lihat ke Halaman Asli

Akbar

Mahasiswa

Diskriminasi dalam Dunia Pendidikan: Tantangan dan Solusi

Diperbarui: 21 November 2024   07:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Diskriminasi dalam dunia pendidikan di Indonesia tetap menjadi isu yang relevan meskipun sudah ada berbagai upaya untuk meningkatkan kesetaraan akses dan kualitas pendidikan. Diskriminasi ini tidak hanya terjadi secara eksplisit melalui penolakan atau perlakukan tidak adil terhadap kelompok tertentu, tetapi juga secara implisit melalui kebijakan atau praktik yang tidak sepenuhnya inklusif. Fenomena ini mencakup perlakuan tidak adil berbasis gender, agama, status ekonomi dan kemampuan fisik atau mental. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa meskipun angka partisipasi pendidikan terus meningkat, kesenjangan masih ada di kalangan kelompok marginal, seperti anak dari daerah terpencil, kelompok di fabel dan masyarakat adat.

Salah satu bentuk diskriminasi yang nyata di Indonesia adalah kesenjangan akses pendidikan berdasarkan status sosial ekonomi. Sistem zonasi, yang di berlakukan untuk mendorong pemerataan pendidikan, sering kali menjadi hambatan bagi9 siswa dari keluarga kurang mampu. Anak-anak yang ditinggal di daerah dengan fasilitas pendidikan yang buruk terpaksa menerima pendidikan berkualitas rendah di bandingkan dengan siswa di daerah perkotaan yang lebih maju. Misalnya, banyak sekolah di daerah terpencil seperti Papua atau daerah lainnya masih kekurangan tenaga pengajar berkualitas dan fasilitas yang memadai.

Kasus diskriminasi berbasis agama juga kadang muncul di lingkungan sekolah. Beberapa kasus menunjukkan adanya pemaksaan penggunaan atribut tertentu di sekolah, yang melanggar kebebasan beragama siswa. Pada tahun 2021, publik di hebohkan dengan kasus seorang siswa non-Muslim di Sumatera Barat yang di paksa mengenakan jilbab. Meskipun akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan pelarangan diskriminasi serupa, kasus ini menggambarkan tantangan dalam mewujudkan sekolah yang menghormati keberagaman.

Siswa difabel juga sering menghadapi diskriminasi dalam bentuk keterbatasan akses terhadap fasilitas yang ramah disabilitas. Data dari Kementerian Pendidikan, kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang sekarang menjadi Menteri Pendidikan Sekolah  menunjukkan bahwa masih banyak sekolah di Indonesia yang belum memiliki infrastruktur pendukung seperti ramp untuk kursi roda atau guru yang terlatih dalam mengajar siswa kebutuhan khusus. Hal ini menyebabkan siswa difabel kesulitan beradaptasi di lingkungan pendidikan formal.


Tantangan dan Solusi

Untuk mengatasi diskriminasi dalam pendidikan di Indonesia, di perlukan reformasi kebijakan yang berfokus pada inklusivitas. Pemerintah perlu memperluas jangkauan program afirmasi, seperti beasiswa untuk siswa yang kurang mampu dan peningkatan kualitas fasilitas pendidikan di daerah terpencil. Pelatihan guru tentang keberagaman dan inklusivitas juga menjadi langkah  menjadi langkah penting untuk memastikan siswa dari berbagai latar belakang merasa di terima dan di dukung.

Penguatan implementasi sekolah inklusif perlu di lakukan, terutama dengan menyediakan infrastruktur yang memadai untuk siswa di fabel. Contoh inspiratif adalah beberapa sekolah inklusif di Yogyakarta yang telah berhasil menciptakan lingkungan belajar yang mendukung keberagaman. Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat dan lembaga pendidikan, diskriminasi dalam pendidikan dapat di amalkan, sehingga semua anak Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dab berkembang.

Untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih adil, langkah nyata harus dilakukan oleh semua pihak yang terlibat, termasuk pemerintah, sekolah, guru, dan masyarakat. Pemerintah Indonesia telah berusaha mengatasi diskriminasi dengan memperkenalkan kebajikan seperti Wajib Belajar 12 Tahun dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk mendukung siswa dari keluarga kurang mampu, namun implementasi kebijakan ini masih menghadapi kendala, seperti penyalahgunaan dana atau kurangnya pengawasan yang menyebabkan ketidakadilan tetap ada di tingkat lokal.

Salah satu langkah strategis yang dapat memperbaiki situasi adalah optimalisasi sistem zonasi. Kebijakan zonasi dapat di perbaiki dengan memastikan pemerataan kualitas sekolah di seluruh wilayah. Misalnya, pemerintah dapat memprioritaskan pembangunan fasilitas pendidikan di daerah terpencil atau yang memiliki angka partisipasi pendidikan rendah. Langkah ini akan memastikan bahwa siswa seluruh Indonesia mendapatkan pengalaman belajar yang setara, tanpa memandang budaya mereka.

Pendidikan inklusif harus menjadi prioritas utama. Pengalaman di sekolah inklusif menunjukkan bahwa keberagaman dalam kelas dapat mendorong siswa saling menghormati dan belajar dari perbedaan. Pemerintah perlu menyediakan pelatihan wajib bagi guru dalam menghadapi keberagaman siswa.

Tidak hanya itu, diskriminasi terhadap guru oleh orang tua murid di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang sering kali terjadi, meskipun tidak selalu di ekspos secara luas. Dalam beberapa kasus, orang tua murid menganggap bahwa guru tidak kompeten dalam memberikan pendidikan, atau bahkan merendahkan profesi guru karena berbagai alasan pribadi atau ketidaksepahaman terhadap cara yang di gunakan oleh guru dalam menyampaikan pengajaran. Fenomena ini dapat terjadi di berbagai tingkatan pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi, dan memiliki dampak yang sangat besar terhadap kualitas pendidikan dan kesejahteraan guru. Salah satu penyebab utama diskriminasi terhadap guru adalah ketidaktahuan sebagian orang tua mengenai kompleksitas tugas dan tanggung jawab seorang guru. Orang tua sering kali menginginkan agar anak mereka memperoleh pendidikan yang sesuai dengan harapan pribadi mereka.

Dampak dari diskriminasi ini sangat signifikan, baik bagi guru itu sendiri maupun bagi proses pendidikan secara keseluruhan. Dari sisi guru, perlakuan diskriminatif dapat menurunkan kepercayaan diri dan semangat mereka dalam mengajar. Seorang guru yang merasa tidak di hargai atau di remehkan oleh orang tuan murid akan merasa tertekan dan bahkan bisa kehilangan motivasi untuk terus berinovasi dalam proses pembelajaran. Hal ini akan berdampak pada kualitas pendidikan yang di terima oleh siswa, karena seorang guru tidak akan memberikan pengajaran tang optimal.

Dari sisi siswa, ketegangan yang muncul akibat diskriminasi orang tua terhadap guru dapat menciptakan otmosfer yang tidak mendukung di dalam kelas. Siswa yang mengetahui bahwa guru mereka dihina atau di perlakukan tidak adil oleh orang tua mereka mungkin akan kehilangan rasa hormat terhadap guru tersebut, yang berimbas pada kurangnya keterlibatan mereka dalam proses belajar. Selain itu, siswa yang berada dalam lingkungan yang penuh ketegangan bisa merasa cemas atau tidak nyaman, yang akan menghambat perkembangan mereka. Untuk mengatasi masalah ini, di perlukan kerja sama antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat. Salah satu langkah yang dapat di lakukan adalah dengan meningkatkan pemahaman orang tua tentang peran dan tugas seorang guru.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kerjasama antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan pemahaman orang tua tentang peran dan tugas seorang guru. Sosialisasi mengenai kurikulum, metode pengajaran, dan tantangan yang dihadapi oleh guru dalam mendidik anak-anak dapat dilakukan melalui pertemuan rutin antara orang tua dan pihak sekolah. Dengan demikian, orang tua dapat lebih menghargai usaha yang dilakukan oleh guru.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline