Lihat ke Halaman Asli

Akbar Bagus Nugroho

Mahasiswa S1 Pariwisata Universitas Gadjah Mada

Antara Religiusitas dan Pariwisata, Menilik Wajah Pariwisata Religi di Indonesia

Diperbarui: 6 Juli 2023   00:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tahun 2021, PEW Research Center menerbitkan hasil kajian mereka tentang negara paling religius di dunia. Hasilnya, Indonesia menjadi negara paling religius di dunia, sebanyak 96% responden Indonesia menganggap seseorang mesti beriman kepada Tuhan untuk dapat bermoral, dan 98% menganggap agama penting di hidup mereka. Menariknya, Indonesia bahkan mampu mengalahkan negara-negara Islam di Timur Tengah. Di Tunisia, negara yang keseluruhan populasinya beragama Islam, 84% respondennya menganggap keimanan berjalan beriringan dengan moral. Begitu pula dengan Turki yang nilainya 75% dan Lebanon 72%. Sikap religiusitas masyarakat Indonesia tercermin dalam berbagai aktivitas sosial, politik, kebudayaan, dan dalam banyak bentuk lainnya. Salah satu yang tidak dapat terlepas adalah aktivitas pariwisata, yang kemudian dikenal sebagai pariwisata religi.

Agama telah mempengaruhi pola migrasi dan perjalanan manusia (Park, 1994 dalam Olsen, 2019). Misalnya, bagaimana orang memanfaatkan waktu luang mereka dalam hal kesejahteraan spiritual dan pengembangan religiusitas diri yang sifatnya transendental. Agama dan mobilitas perjalanan yang terkait pada intinya berpusat pada hubungan antara "manusia dengan Tuhan atau wali-nya". Pilgrimage atau ziarah merupakan salah satu bentuk wisata religi yang sampai saat ini masih dilakukan oleh kebanyakan orang. Peziarah, sebutan untuk wisatawan pilgrimage, melakukan perjalanan wisata mereka dengan tujuan untuk memberikan penghormatan kepada tempat-tempat suci dan wali mereka di seluruh dunia (Raj dan Morphet, 2007). Peziarah berbeda dengan menjadi turis. Bagi seorang peziarah perjalanan adalah sarana untuk mencapai tujuan dan terkoneksi dengan tuhan atau"wali-nya". Peziarah dengan wisata ziarah adalah salah satu jenis wisata yang paling cepat berkembang di dunia (Raj dan Morphet, 2007).

Pariwisata religi adalah bentuk wisata dan perjalanan tertua yang pernah tercatat dalam sejarah manusia (Nyaupane, 2015). Tercatat sebanyak 330 juta kedatangan dan pergerakan untuk tujuan religius terjadi setiap tahun di seluruh dunia pada tahun 2017 (Mrz, 2021). Dari tingginya jumlah pergerakan tersebut mampu menghasilkan pendapatan pariwisata sebesar US$18 miliar (Gill et al., 2018). Pariwisata religi adalah bentuk wisata yang paling jelas, lazim dalam budaya keagamaan sepanjang waktu (Fourie et al., 2015). Hal ini karena, motif berziarah telah dilakukan dengan penuh semangat oleh penganut hampir semua agama yang lebih tinggi di dunia, termasuk Budha, Hindu, Islam, Yudaisme, dan Kristen (Collins-Kreiner & Kliot, 2000). Dengan kata lain, wisata religi menyumbang porsi yang signifikan dari pariwisata domestik dan internasional. Selain memberikan kontribusi bagi pengembangan pariwisata dan pertumbuhan ekonomi di sebuah kawasan. Pariwisata religi juga memungkinkan untuk membangun hubungan budaya, politik, agama, dan sosial antara wisatawan dan masyarakat tuan rumah (Lin, 2021). 

Wajah Pariwisata Religi di Indonesia

Di Indonesia, wisata religi akrrab pada konteks ziarah, khususnya ke makam Wali dikenal dengan sebutan ziarah "wali songo" dan "wali limo". Sebagian aktivitas wisata ziarah ini terpusat di wilayah Jawa timur dengan lima makam wali yang menjadi pusat kegiatan ziarah umat islam di Indonesia (Handriana, dkkl, 2018). Dari fenomena yang ada di masyarakat Indonesia, terlihat bahwa dari tahun ke tahun, jumlah umat Islam yang mengikuti wisata religi (wali limo dan/atau wali songo) terus meningkat 5-10% di tahun 2019 (Kominfo Jatim, 2019). Kementerian Pariwisata memproyeksikan kunjungan wisatawan ke destinasi wali songo tahun 2019  mampu menjangkau 18 juta wisatawan domestik atau sekitar 15 persen dari target wisatawan nusantara tahun 2019, dengan pengeluaran wisatawan per-kunjungan rata-rata Rp400.000 atau Rp7,2 triliun dalam setahun (Pangaribuan, 2015).

Aktivitas yang dilakukan oleh wisatawan religi di Indonesia saat melakukan wisata ziarah adalah dengan mengunjungi makam-makam tokoh agama Islam yang terkemuka di masing-masing daerah. Saat mengunjungi makam, mereka biasanya akan melakukan ibadah ritual dengan doa dan zikir. Di Indonesia sendiri, kebanyakan wisatawan akan mengunjungi makam Wali Songo. Makam Wali Songo tersebar di penjuru Jawa mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur. Di Jawa Barat, wisatawan dapat mengunjungi makam Sunan Gunung Jati terletak di Cirebon. Berpindah ke Jawa Tengah, terdapat 3 (tiga) makam tokoh Wali Songo, yaitu makam Sunan Kalijaga di Demak, makam Sunan Muria di Jepara, dan makam Sunan Kudus di Kudus. Selanjutnya, Jawa Timur merupakan wilayah yang memiliki makam Wali Songo terbanyak. Ada 5 (lima) makam Wali Songo di Jawa Timur, yaitu makam Sunan Bonang di Tuban, makam Sunan Drajat di Lamongan, makam Sunan Giri dan Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik, serta makam Sunan Ampel di Surabaya. Wisatawan biasanya akan melakukan perjalanan religi atau ziarah dimulai dari Jawa Barat, berpindah ke Jawa Tengah, dan berakhir di Jawa Timur. 

Bukan hanya didominasi oleh umat muslim saja, wisata religi di Indonesia juga jamak dilakukan oleh pemeluk agama lain seperti kristen dan katholik. Sama seperti umat muslim, mereka melakukan wisata religi juga tidak terlepas dari motivasi keagamaan yakni berziarah. Menariknya beberapa tempat ziarah mereka menyatu dengan keindahan alam seperti Gua Maria Tritis, Gua Maria Sendangsono, Gua Maria Kaliori, dan masih banyak lagi. Aktivitas yang dilakukan antara lain berdoa dan menikmati keindahan alam di gua-gua tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada umat beragama lainnya seperti, umat Budha yang kerap melakukan wisata religi di Candi Borobudur, Umat hindu yang melakukan wisata religi di Candi Prambanan. Belum lagi penghayat kepercayaan lokal yang juga mungkin memiliki pola dan tujuan dalam melakukan wisata religi. Artinya, jika kita melihat pada ilustrasi di atas, dapat dilihat bahwa potensi market bagi wisata religi sangat besar di Indonesia

Sejauh apa pengembangan pariwisata religi di Indonesia?

Dalam konteks pengembangan pariwisata, Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah. Hal tersebut nampak pada posisi Indonesia dalam tourism competitiveness index yang masih terus tertahan dalam peringkat 30an hingga tahun 2021. Beberapa permasalahan yang jamak ditemui adalah permasalahan yang terkait dengan kualitas sumber daya manusia, kelembagaan, hingga berbagai konflik kepentingan yang menghambat perkembangan pariwisata. Selain itu ketidakjelasan regulasi, seperti regulasi yang tumpang tindih dan saling bertentangan juga kerapkali menghambat pengembangan pariwisata. Contohnya kawasan Candi Borobudur oleh Pemerintah Pusat lewat Balai Konservasi Borobudur melarang dlakukannya berbagai aktivitas di zona satu dan dua. Tetapi oleh pemerintah daerah di zona satu dan dua tersebut justru diperbolehkan untuk berbagai macam kegiatan seperti konser musik dan seni pertunjukan yang lain. Padahal kawasan tersebut juga merupakan kawasan beribadah bagi umat Budha. 

Meskipun dikenal sebagai negara yang religius, akan tetapi pengembangan pariwisata religi di Indonesia masih jauh dari panggang. Hal tersebut nampak pada beberapa kawasan wisata religi yang masih dikelola secara informal. Di kawasan makam Imogiri misalnya mereka tidak melakukan sistem tiket dan hanya mengandalkan sumbangan seikhlasnya. Hal tersebut cukup miris karena kawasan Makam Raja Imogiri turut diproyeksikan sebagai bagian dari project "Sumbu Filosofis". Kecenderungan yang sama juga kerap ditemui di kawasan makam wali songo yang masih belum dikelola secara profesional, yang dibuktikan dengan belum ada pengelola yang jelas dan sistem ticketing yang terstruktur. Masalah lainnya adalah terkait dengan kapasitas sumber daya manusia, belum banyak wisata religi di indonesia yang memiliki pengelola yang cakap dan memiliki pemahaman terkait dengan pengelolaan destinasi. Selain itu keberadaan pengemis di kawasan wisata religi juga turut menganggu aktivitas pariwisata religi dan peziarah yang hendak berdoa di kawasan wisata religi di Indonesia

Kesimpulan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline