Oleh: Muhammad Akbar
(Jl. Imam Bonjol G.Amal No.24, P. Brandan, Langkat Sumatera Utara.
Guru, 082277176651, akbarasiageografi@gmail.com)
Gunung Sinabung, fenomena vulkanisme di dataran tinggi Karo, beberapa waktu terakhir tidak hentinya menjadi headline di beberapa media baik cetak maupun elektronik. Beberapa gunung api aktif lainnya juga seperti tidak mau kalah dengan Sinabung, Gunung Raung di Jawa Timur misalnya. Sebagai bagian dari rangkaian “Ring of Fire”, alamiahnya Indonesia memiliki potensi bencana amat besar, ditambah lagi banyaknya penduduk Indonesia menyebabkan implikasi bencana yang ditimbulkan sangat berbahaya dan begitu mengancam nyawa penduduk. Peristiwa 26 Desember 2004 adalah satu dari sekian banyak contoh bencana yang teramat melekat di memori seluruh penduduk Indonesia, sampai-sampai pada beberapa jenjang sekolah saat guru bertanya contoh bencana di Indonesia pasti selalu ada yang menjawab gempa dan tsunami Aceh satu dekade silam.
Indonesia memang negeri yang akrab dengan bencana. Sejarah mencatat, sejak berdiri bangsa ini telah mengalami semua jenis bencana. Jika membicarakan bencana, yang terbesit difikiran sebagian besar umat manusia di bumi ini adalah gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir bandang, tanah longsor, angin puting beliung, kebakaran hutan, dan kekeringan. Tidak salah memang, karena secara defenisi-kontekstual beberapa contoh tersebut memang sangat pantas disebut sebagai bencana, sebagaimana defenisi bencana itu sendiri menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 yakni peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menggangu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga megakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Melihat kenyataan di masyarakat, umumnya sebagian besar penduduk Indonesia hanya mengenal bencana yang disebabkan oleh alam, padahal bencana tidak hanya berkutat pada fenomena alam, sesuai defenisi bencana menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 bencana juga disebabkan oleh faktor nonalam. Banyak yang hampir lupa dengan adanya bencana sosial, bencana akibat wabah penyakit, bencana akibat kegagalan aplikasi teknologi, dan bencana akibat kegagalan transportasi baik di darat, laut, dan udara.
---Bencana Transportasi, Si Pembunuh Besar yang Hampir Terlupa---
Medan, 30 Juni 2015. Pesawat militer TNI-AU Republik Indonesia jenis Hercules tipe C-130 dengan nomor A-1310 jatuh setelah baru 2 menit lepas landas dari Lanud Soewondo (dulunya Bandara Polonia) Medan sekitar pukul 11.50 pagi. Jatuhnya pesawat ini sekitar 2 km dari lokasi pesawat Mandala Airlines yang jatuh satu dekade silam di sekitar Jalan Djamin Ginting, Padang Bulan Medan. Korban tewas mencapai lebih dari 140 jiwa. Pihak Pangkalan Udara menyatakan dari 140 lebih korban 122 diantaranya prajurit dan penumpang yang ada di dalam pesawat, selebihnya adalah warga sekitar lokasi pesawat tersebut jatuh.
Kejadian ini begitu menghentak dunia transportasi udara di tanah air setelah di awal tahun 2015 maskapai Air Asia QZ-8501 tujuan Singapura jatuh di sekitar selat Karimata dan menewaskan sekitar 162 orang termasuk 7 awak pesawat. Selain kecelakaan transportasi udara, Indonesia juga memiliki ribuan kasus kecelakaan transportasi laut, sungai, dan darat. Data Statistik Kejadian Bencana Tahun 2014 dari Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kemenkes mencatat sepanjang 2014 kejadian bencana alam tercatat sebanyak 456 kejadian dengan jumlah korban meninggal mencapai 957 jiwa. Sementara itu, data Korps Lalu Lintas (Korlantas) Mabes Polri merilis data sepanjang Januari-Nopember 2014 tercatat angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia mencapai 85.765 kejadian dengan korban jiwa meninggal mencapai 26.623 jiwa. Jika dibandingkan dengan kejadian bencana alam, bencana transportasi nyatanya 28 kali lebih tinggi daripada bencana alam. Dilansir dari WHO, Indonesia berada di urutan kelima dengan jumlah kematian terbanyak akibat kecelakaan lalu lintas dengan jumlah korban mencapai 120 jiwa per harinya. Dekade Aksi Keselamatan Jalan yang dicanangkan PBB pada tahun 2010 silam seolah tiada arti jika melihat jumlah korban yang ada tiap tahunnya.
Bencana transportasi atau yang disebut juga sebagai kecelakaan transportasi adalah kecelakaan moda transportasi yang terjadi di darat, laut, dan udara. Bencana transportasi yang hampir sebagian besar penduduk belum mengenalnya sebagai salah satu jenis bencana yang termaktub dalam Undang-Undang sesungguhnya adalah mesin pembunuh yang sangat ganas. Ia seperti pembunuh besar yang hampir terlupakan. Bagaimana tidak? Setiap hari ratusan nyawa melayang, namun masih benyak juga yang belum menyadarinya. Terlebih lagi bencana transportasi yang disebabkan oleh pembunuh nomor satu, yakni kendaraan bermotor. Keberadaan 60 juta unit sepeda motor dan 8 juta unit mobil di jalanan Indonesia rasanya cukup menjadi “modal” pembunuh manusia secara massif dengan perlahan.