Lihat ke Halaman Asli

RSUA: Hotel Bintang Lima, Tarif Kaki Lima

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RSUA tampak Oblique

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="RSUA tampak Oblique"][/caption] Menanggapi berbagai komentar kawan-kawan kompasianer pada tulisan saya sebelumnya, dalam sistem ekonomi Indonesia yang bukan sosialis sangat sulit untuk memberikan pelayanan kesehatan yang sama untuk semua masyarakat. Strata kelas dalam pelayanan kesehatan akan ada karena memang sistem ekonomi pancasila tidak membatasi dibentuknya tingkatan-tingkatan dalam pelayanan sosial. Berbeda dengan di Kuba atau Uni Sovyet, dua negara itu menganut sistem ekonomi sosialis komunis yang dengan tegas mengatur pelayanan kesehatan dengan strata sama antara kaya dan miskin. Saya pikir hanya di dua negara itu yang dapat tercipta rumah sakit tanpa kelas. Dahlan iskan saat berobat ke RRC untuk ganti hati pun menggunakan fasilitas kesehatan yang sangat mewah. Sedikit menyerempet isu pilkada DKI, dapatkah Jokowi sebagai gubernur terpilih merealisasikan rumah sakit tanpa kelas dengan kartu sehatnya? Semoga bisa mengingat latar belakang beliau yang berasal dari PDIP yang sangat menjunjung tinggi kerakyatan. Adakah rumah sakit dengan hospitality bintang lima, tetapi masih terjangkau oleh kalangan menengah ke bawah? Dengan sangat tegas saya jawab ada. Rumah sakit ini memang sulit dibandingkan dengan rumah sakit siloam dalam hal kemewahan arsitektur, tetapi keunggulan pasti dari rumah sakit ini adalah anda bisa bermalam di sini dengan biaya nol rupiah. Keistimewaan itu tentu hanya didapat dengan persyaratan khusus yaitu anda memegang kartu Askeskin. Rumah sakit itu adalah Rumah Sakit Pendidikan Universitas Airlangga Surabaya (RSUA). Saat memasuki rumah sakit ini pertama kali tahun 2011 sebelum resmi beroperasi, dari luar saya bertanya, "ini hotel apa rumah sakit?" Kemudian sejenak saya berfikir, "apa iya ini untuk masyarakat miskin?" Logika saya saat itu mengatakan bahwa rumah sakit untuk masyarakat miskin adalah rumah sakit plat merah dengan arsitektur seadanya dan pelayanan petugas kesehatan juga seadanya. Rumah sakit baru ini menjungkirbalikkan logika berpikir saya. Ternyata ada rumah sakit orang miskin yang dibangun dengan arsitektur rumah sakit kelas atas. Lantas logika saya kembali menyangkal, bagaimana rumah sakit ini memenuhi Return On Investment (ROI) jika mengandalkan income dari PT ASKES lewat pasien Askeskin semata. Sampai saat ini pun logika saya masih belum bisa menerima. Oke, lupakan pikiran ruwet tentang itung-itungan ekonomi sekarang kita akan berbagi cerita tentang keunggulan berobat di rumah sakit ini. Saat anda berobat di sini anda akan dirawat oleh dokter-dokter yang masih berusia muda belia. Bukan berarti karena masih berusia muda, ilmu pengetahuan mereka juga muda lho. Dokter-dokter yang merawat di sini adalah dokter-dokter pilihan yang telah melewati seleksi ketat penerimaan program pendidikan dokter spesialis. Salah satu keunggulan lainnya adalah jika penyakit anda adalah penyakit yang sulit, maka anda akan dirujuk langsung kepada spesialis yang ahli dalam bidangnya. Dokter spesialis yang dirujuk tentu adalah pakar di bidangnya karena semua adalah dosen di FK UA, gurunya dokter. Jika penyakit anda ternyata sangat sulit, maka anda akan dirawat langsung oleh para profesor yang sangat pakar di bidang ilmunya. Semuanya gratis, jika anda memegang kartu askeskin. Ruang tunggu poliklinik di RSUA tak kalah dari ruang tunggu di RS Premier Surabaya. Jika rumah sakit plat merah lain identik dengan ruang tunggu yang sumpek dan panas, maka ruang tunggu RSUA dilengkapi Air Conditioner (AC) sehingga menunggu pun lebih nyaman. Ruang tunggu poliklinik juga bersih dan hijau sehingga mata yang memandang pun lebih segar dan tentram. Lantai yang berwarna merah dan putih mengkilap memberikan kesan lux. Pencahayaan yang lembut menguatkan kesan cantik dan anggun. Plavon yang berbahan dasar kayu plitur memberikan kesan artistik dan antik. Ruang rawat inap kelas tiga di RSUA tak kalah dengan kamar kelas VIP RS Pantai Indah Kapuk (PIK). Tempat tidur empuk dan lingkungan kamar yang bersih, rapi dan minimalis mengingatkan saya pada kondisi kamar hotel amaris di Bandung. Jika di PIK anda disuguhi pemandangan indah lapangan golf, maka di RSUA saat anda menengok keluar jendela anda akan disuguhi pemandangan danau Universitas Airlangga yang mahsyur dengan rombongan angsa di sore hari. RSUA memiliki alat diagnostik yang cukup lengkap, karena memang adalah rumah sakit pendidikan. Diagnosis yang benar adalah harga mutlak yang harus dicapai rumah sakit pendidikan. Jangan heran bila anda masuk ke Laboratorium Radiologi dan menemukan CT Scan berharga milyaran rupiah, meskipun penggunanya sebagian besar adalah rakyat miskin. Anda juga akan menemukan alat-alat kedokteran mewah contohnya echocardiograph untuk mendiagnosis penyakit jantung, uroflowmeter untuk mendiagnosis penyakit ginjal dan USG 4 dimensi untuk mendiagnosis penyakit bawaan bayi sejak dalam kandungan. Keunggulan lain dan mutlak dari RSUA adalah anda bisa rawat inap di rumah sakit ini tanpa dipungut biaya sepeserpun, alias gratis. Jadi tidak masalah anda tidak punya uang, siapapun anda asalkan anda memegang kartu Askeskin maka anda berhak mendapat kesempatan rawat inap di RSUA tanpa dipungut biaya. Namun sayang, meskipun sudah mulai beroperasi namun jumlah pasien yang ditangani masih jauh kalah dibanding jumlah pasien RSUD dr Soetomo. Mungkin masih banyak masyarakat yang berpikir bahwa berobat di rumah sakit pendidikan akan dijadikan bahan "coba-coba". Padahal seharusnya dengan berobat di Rumah sakit pendidikan anda akan mendapat diagnosis seakurat mungkin. Logikanya dengan diagnosis yang benar maka terapi pun akan benar, hasil akhirnya sembuh. Saya rasa dibutuhkan informasi masif pada masyarakat untuk merubah opini tersebut. Tidak jauh dari RSUA, telah berdiri Rumah Sakit Penyakit Tropik dan Infesksi (RSPT). Rumah sakit ini tidak kalah kualitas dengan RSUA, hanya berbeda fokus. Jika RSUA lebih fokus pada pendidikan dan pelayanan, maka RSPT lebih fokus pada penelitian dan pelayanan. Semoga dua rumah sakit ini tetap konsisten memberikan pelayanan bintang lima meski hanya dapat menarik tarif kaki lima. Menginap di hotel bintang lima dengan tarif kaki lima, mau? Salam sehat lahir batin^^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline