Lihat ke Halaman Asli

Humas Politik dan Politik Terkini

Diperbarui: 29 Mei 2017   23:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hallo semuanya, selamat malam. Bagaimana puasanya? Lancar? Mantap. Pada kesempatan kali ini saya akan menulis tentang hubungan masyarakat atau yang biasa kita sebut dengan humas, lebih spesifiknya yaitu humas politik serta keadaannya dalam kancah politik terkini. Selamat membaca, semoga bermanfaat.

Sama halnya dengan organisasi atau perusahaan, dalam berpolitikpun juga diperlukan seorang praktisi humas. Mengapa demikian? Politik sangat erat kaitannya dengan masyarakat, seperti yang kita ketahui tugas politisi tak lain ialah sebagai wadah aspirasi rakyat. Hal ini memunculkan adanya jembatan antara keinginan rakyat dengan para politisi. Disinilah peran humas politik itu, sebagai jembatan untuk menyalurkan aspirasi rakyat. Begitu juga sebaliknya, para humas politik akan mendapatkan kepercayaan dari warganya sehingga humas tersebut memiliki modal yang baik untuk bersaing merebut suara.

Sayangnya, dari kacamata saya, esensi dari praktisi humas politik ini bergeser. Rakyat yang seharusnya mengkomandoi gagasan serta pemikiran yang terbaik untuk dirinya sendiri untuk diberikan kepada wakilnya, malah ditunggangi kepentingannya, dimana-mana politisi obral janji, parahnya lagi, humas politik ikut unjuk gigi. Rakyat yang seharusnya bisa bebas memilih wakilnya, justru dikotak-kotakkan oleh persaingan para penguasa melalui isu-isu pemecah persatuan.

Sekarang ini, paradigma masyarakat terhadap politisi cukup buruk, bahkan sangat buruk bagi sebagian orang. Contohnya Ahok, bagi saya beliau yang terbaik dalam menata Jakarta, tapi lihat sisi lain dari orang-orang "diseberang" saya. Bagi mereka itu semua belum cukup. Bagi 7 juta orang yang berdemo untuk beliau yang "hanya" keseleo lidahnya, Ahok merupakan politisi yang sangat buruk.

Jangan sampai kebencianmu menutup hati nurani dalam dirimu. Seharusnya dari awal kita dewasa dan tahu betul bahwa kita ini negara demokrasi sehingga perbedaan itu wajar. Pandangan saya, koridor hukum Indonesia sudah baik, namun komitmen, ketegasan, dan kesadaran akan keberagaman kita masih kurang. Tidak ada teman abadi dalam politik, yang ada hanya kepentingan abadi dalam politik, seseorang berkata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline