Lihat ke Halaman Asli

Kepribadian Nekrofil

Diperbarui: 3 April 2016   20:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

Ia hijrah. Dari tenangnya kampung menuju gelisahnya kota. Kampung yang dulu dipimpinnya masih terlihat adem. Warganya masih bisa asyik terbahak di warung kopi. Walaupun kantong cukup berisi seharga kopi. Tak ada yang keras, tak ada yang garang. Kecuali batu batu granit yang teronggok di pesisir pantai. Ia kini sudah hijrah, dari damainya kampung, ke terbirit biritnya kota. Dari Belitung ke Jakarta.

Seorang psikolog sosial ahli agresi pernah bereksperimen. Diletakkannya 2 buah mobil di dua tempat. Satu di kota yang ketat persaingannya dan satunya lagi di kampung. Hasilnya setelah beberapa hari, mobil yang berada dikota telah sukses menjadi barang rongsokan. Berbeda dengan di kampung, karena hujan, seseorang terlihat berlari mendekati mobil lalu membungkus kap mobil.

Zimbardo, sang psikolog sosial itu pun berkesimpulan, orang kota lebih agresif dan galak seperti seekor serigala yang siap memangsa apapun yang "yang tak gesit". Mereka mungkin menyebutnya peluang.

Ia yang dulu di kampung nan sentosa, pun sempat mengkritik santun pemerintah tertinggi di propinsi itu untuk bersikap tak menzhalimi. Bayangkan, untuk kondisi yang masih bisa dimaklumi pun, ia bersikap kritis. Orang orang yg dizhalimi itu pun masih asyik terbahak di warung kopi. Ia meradang karena ketidak adilan yang terjadi. Lalu melepas jabatannya.

Kini Ia berada di kota. Langit pekat hitam berada di atasnya. Yang dihadapinya, sebagai pemimpin tertinggi propinsi, adalah kesemrautan. Kelicikan adalah makanan sehari hari. Saling sikut demi merangkul peluang adalah strategi perjuangan. Yang dihadapinya kini adalah dunia yang tak berperasaan. Yang dilawannya kini adalah kepribadian yang nekrofil, kepribadian mayat, seperti yang diistilahkan Erich Fromm. Kepribadian yang tak punya perasaan. Mereka biasa merampas hak orang tanpa rasa risih. Mereka asyik menonton penderitaan orang sambil minum wine. Nabi Muhammad menyebut sifat itu sebagai penyakit gila yang sebenarnya. Orang orang normal yang tak punya masalah dengan syarafnya, tapi gila karena hitam hatinya.

Kini ia diperintahkan untuk membenahi kekacauan itu. Ia seperti Batman di Gotham city yang kaya koruptor. Koruptor koruptor yang menikam dengan kesantunan. Tak ada cara lain untuk merobohkan bangunan kemunafikan itu. Kecuali dengan bat-bomb. Kecuali dengan ketidaksantunan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline