Lihat ke Halaman Asli

Akademizi

Konsultan

Amil Harus Bergerak Maju dan Menerima Perubahan

Diperbarui: 1 Februari 2024   15:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nana Sudiana (Dok Pribadi)

Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)

Bila bicara kelemahan, tentu saja kita tak boleh hanya berfokus pada faktor eksternal semata, yang hasilnya lalu menyalahkan pihak-pihak lain. Bicara kelemahan harus proporsional, melihat faktor luar dan Internal. Kelemahan kita bisa juga lahir dari ketidakmampuan dalam beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Perubahan kadang tak mudah, bisa juga panjang dan berliku. Apalagi perubahan dalam gerakan zakat di negeri ini. Namun, sayangnya, para amil dan penggeraknya tidak memiliki pilihan lain selain maju dan menerima tantangan perubahan yang terjadi. Dalam menjalani dinamika perubahan yang ada, setidaknya kita harus menyiapkan tiga hal.

Pertama, nilai-nilai (values).

Kehidupan boleh terus berubah, namun kebutuhan manusia terhadap nilai-nilai tidaklah berkurang. Di tengah banyak ketidakpastian banyak orang mencari pegangan yang pasti, mereka terus mencari pedoman dalam kehidupan walau tak jarang banyak yang berlebihan mencarinya dan malah tak menemukan nilai kesejatian. Ada juga yang awalnya tak peduli, namun begitu menghadapi ujian, mereka baru gelagapan mencari pegangan hidup yang bisa menenangkan dirinya. Sebagai bagian dari perjuangan panjang memperbaiki kehidupan, terutama bagi mereka yang tergolong kurang mampu dan papa dalam kehidupan, tentu para amil memerlukan kekuatan nilai untuk bersama elemen masyarakat mengubah kehidupan.

Nilai-nilai amil yang ingin mendorong perilaku kebaikan menjadi pilihan dalam kehidupan ini tentu tak mungkin dimiliki tanpa tertanam lebih dahulu di jiwa para amil. Amil yang akan mengubah tata kebaikan harus punya terlebih dahulu nilai itu dalam dirinya.

Dengan demikian, transisi dari spirit zakat untuk membantu mustahik menjadi muzaki tak akan bermakna bila hanya bersifat tangible semata, atau menyentuh sisi material saja. Ini tak akan banyak mengubah kondisi mustahik. Harus ada transfer nilai-nilai bagi proses perubahan yang akan dilakukan. Walau bukan seorang ideolog amil tetap harus mempunyai kesadaran diri bahwa mereka harus kuat keyakinannya dan siap menjadi mitra mustahik menuju perbaikan.

Amil juga siap menemani muzaki untuk berproses dalam hidupnya dengan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan. Nilai-nilai tadi, sebagai bagian dari spirit zakat, tentu nilai yang selaras dengan Islam sebagai rahmatan lil 'alamin. Nilai yang mengajak setiap perubahan dilakukan dengan damai, penuh kesadaran, dan dalam bingkai kebaikan bersama Bila amil sudah kuat nilai-nilai dalam dirinya, maka sejatinya mereka telah siap mendorong mustahik membebaskan diri dari mentalitas, sikap, perilaku dan budaya yang ada untuk mengarah pada kemajuan dan kesejahteraan kehidupan.

Kedua, kepemimpinan (leadership).

Semangat kepemimpinan adalah semangat perubahan. Sejarah telah menunjukkan bahwa dalam setiap perubahan besar peradaban pasti ada spirit kepemimpinan inan di dalamnya. Dalam gerakari zakat pun tak luput dari hal ini, perubahan gerakan zakat memerlukan orang-orang yang berjiwa leader. Mereka yang siap berjuang tanpa kenal lelah dalam memastikan bahwa kehidupan harus lebih baik dari sebelumnya. Dalam konteks gerakan zakat, kepemimpinan diperlukan untuk mengonsolidasikan lembaga-lembaga zakat yang berserakan agar seluruh kekuatan yang ada bisa menimbulkan dampak yang jauh lebih besar dibandingkan bila dilakukan secara sendiri-sendiri.

Kepemimpinan di tengah gerakan zakat lebih pada fungsi penyelarasan, laksana seorang dirigen yang mengatur seluruh vokalis dalam paduan suara agar bisa menyanyi secara harmoni. Para amil dan pendukungnya adalah bagian dari kebaikan. Untuk menyempurnakan kebaikan yang ada, fungsi kepemimpinan diperlukan. Para amil juga sejatinya adalah pemimpin di tengah-tengah masyarakat yang menyeru kepada kebaikan kehidupan dan memandu masyarakat agar meninggalkan keterbelakangan hidup dan kebodohan. Para amil bak juru dakwah yang menjadi bagian dari mata rantai barisan penyeru kebaikan itu. Allah berfirman dalam surat an-Nur ayat 55, "Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi." Berdasarkan ayat ini, kekuatan-kekuatan yang dimiliki para amil dan lembaganya mesti dipersiapkan secara sistematis demi meraih kebaikan dan kesejahteraan umat dan bangsa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline