Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)
Fenomena disrupsi ini bukan semata soal perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Fenomena ini telah menjalari banyak hal, dan bahkan telah menjadi gelombang baru manusia saat ini, mulai dari gaya hidup hingga cara berbisnis. Dan gelombang ini pun akhirnya sampai juga ke dunia zakat. Dalam perubahan ini, tidak hanya terjadi proses peralihan dari manual ke digital, namun lebih dari itu.
Proses digitalisasi ini ternyata mengubah banyak hal, termasuk praktik-praktik di dunia zakat sebelumnya. Apa yang pernah dilakukan langsung terasa usang dan sulit untuk terus dipertahankan. Dan hal ini tak terhindarkan juga pada organisasi pengelola zakat: yang tak berubah maka mau tidak mau akan tergilas zaman. Pada akhirnya, akhirnya OPZ yang mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang bisa bertahan hidup dan terus berkembang.
Perubahan terjadi sedemikian cepat, seakan baru beberapa tempo mana saja. Sejumlah isu yang terjadi di dunia perzakatan, yang seolah tampak banyak dan tak kunjung selesai, kini seolah demikian jauh situasinya. Isu-isu seperti legalitas, sumber daya manusia, manajemen kantor, serta kualitas program dan layanan yang diberikan, sudah tak lagi semenarik dulu dan asyik untuk didiskusikan.
Dengan hadirnya kekuatan digital, isu legalitas seolah "kehilangan" tempatnya. Legalitas jelas penting tapi mulai kehilangan konteks. Nyatanya, saat ini, asal kita punya sedikit narasi yang didukung ilustrasi atau gambar yang baik, siapa pun bisa melakukan penggalangan dana. Ini zaman crowdfunding! Siapa pun, walau bisa jadi tak memiliki legalitas atau bukti organisasi apa pun, akan dengan mudah mengajak orang untuk peduli dan berdonasi.
Dari donasi publik yang dihimpun, bisa jadi hasil akhirnya lebih besar dibandingkan raihan dari lembaga-lembaga yang sudah dianggap mapan. Dengan perubahan drastis semaram ini, OPZ harus mampu beradaptasi dengan baik. OPZ harus mulai memanfaatkan semua saluran digital yang ada. Walau tak mudah, situasi ini harus dihadapi, disikapi, dan dianggap lumrah adanya.
Menurut Rhenald Kasali, perkembangan dan kemajuan teknologi merupakan keniscayaan yang tidak bisa dielakkan di era digital saat ini. Justru harus disambut dan segera disesuaikan dengan kondisi yang ada agar terjadi perubahan yang menguntungkan, Diperlukan kesadaran untuk terus bisa beradaptasi dengan setiap perubahan yang terjadi.
Untuk itu, ia menyarankan agar setiap organisasi mampu memahami lima hal penting dalam era disrupsi ini Pertama, disrupsi berakibat penghematan banyak biaya melalui proses bisnis yang menjadi lebih simpel. Kedua, disrupsi membuat kualitas apa pun yang dihasilkannya lebih baik ketimbang yang sebelumnya Ketiga, disrupsi berpotensi menciptakan pasar baru, atau membuat mereka yang selama ini tereksklusi menjadi terinklusi, membut pasar yang selama ini tertutup menjadi terbuka. Keempat, produk/ hasil disrupsi ini harus lebih mudah diakses atau dijangkau oleh para penggunanya. Kelima, disrupsi membuat segala sesuatu kini menjadi serba smart. Lebih pintar, lebih menghemat waktu, dan lebih akurat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H