Lihat ke Halaman Asli

Rahmad Agus Koto

TERVERIFIKASI

Generalist

Ketika Siksa Kubur Jadi Bahan Tertawaan, Sudah Separah Itukah Tingkat Keimanan?

Diperbarui: 23 Januari 2022   10:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kemarin di linimasa fesbuk terlihatku klip talkshow Tanya (Tawa Canda Anya) antara seleb Anya Geraldine dengan Keanu. Ketika Anya menceritakan kebiasaan nyokapnya ngeforward tausiyah kepadanya, Anya mencontohkan forward tentang siksa kubur dan sontak terdengar suara tertawa dalam acara tersebut.

Seketika aku bergidik.

Sudah separah itukah tingkat keimanan (Islam) generasi muda sekarang hingga siksa kubur alih-alih menimbulkan ketakutan malah jadi bahan tertawaan?

Bukan sekali dua kali, bukan hanya di ranah online, di dunia offline aku juga cukup sering mendengar langsung dunia akhirat jadi bahan candaan. Semisal buat dosa jangan tanggung, biar nanti pas di neraka, malaikat saking geramnya akan menendangnya sekuat-kuatnya hingga tercampak dari neraka dan masuk ke surga.

Banyak lagi contoh-contoh lain yang sejenis, yang lebih parah, yang sifatnya udah pelecehan terhadap keyakinan agama Islam.

FYI. Sekitar dua dekade yang lalu, dalam pengajian rutin mahasiswa di musholla samping USU, aku mendengar langsung almarhum Mu'allim Al Hafidz Ahmad Mulyono mengatakan bahwa mereka yang mencandain akhirat diwajibkan untuk syahadat kembali.

Jika kita perhatikan betul, disengaja atau tidak, secara langsung atau tidak langsung, benteng akidah keislaman memang tidak henti-hentinya dibombardir. Baik dari luar Islam maupun dari kalangan umat Islam itu sendiri. Melalui berbagai media. Terutama dari filem-filem mainstream seperti Matrix dan MCU, dan berbagai jenis video games semacam Final Fantasy dan Genshin Impact.

Jika pondasi keimanan tidak kokoh, bisa dipastikan keimanannya akan goyah kalau bukan runtuh. Apalagi di era internet menjelang era metaverse ini. Inilah alasan mendasar mengapa kami sepakat menyekolahkan putra dan putri kami di pesantren.

Setelah kupikir-pikir kembali, mungkin tingkat keimanan umat Islam di masa masa sekarang gak separah itu juga klo kita lihat secara menyeluruh.

Misalnya budaya menutup aurat (jilbab) di era 90an waktu aku masih mahasiswa dahulu bisa dikatakan cukup jarang. Sekarang kita sudah bisa melihat perempuan/wanita berjilbab sudah ada dimana-mana.

Perhatikan juga iklan-iklan produk komersil harian. Deterjen, sampo, makanan/minuman, bahkan ada kesan produk-produk tertentu agak maksa menghubungkan produknya dengan keislaman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline