Selulosa adalah salah satu bahan kimia organik alamiah yang paling banyak melimpah di bumi dan paling banyak dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai keperluan. Olahan selulosa dan turunannya diaplikasikan di bidang perumahan (perabotan), pakaian, kosmetik, makanan/minuman, medis hingga di bidang elektronik dan militer (bahan peledak).
Selama ini manusia memperoleh selulosa dari tumbuh-tumbuhan. Dalam beberapa dekade terakhir, para ilmuwan telah dan sedang mencoba mengeksplorasi sumber selulosa dari mikroorganisme, khususnya dari bakteri. Kecenderungan menggunakan selulosa dari bakteri terus meningkat dari tahun ke tahun, hal ini terutama disebabkan oleh sifatnya yang lebih ramah lingkungan, lebih mudah dan lebih cepat diproduksi, serta mempunyai karakteristik yang relatif unik.
Bakteri selulosa adalah sekelompok bakteri yang memiliki kemampuan memproduksi selulosa. Bakteri dari genus Acetobacter adalah bakteri yang paling dikenal dan paling banyak dipelajari hingga saat ini oleh kalangan ilmuwan terkait. Pertama kali dipelajari dan dilaporkan oleh A.J. Brown pada tahun 1886 (J. Chem. Soc. Trans. 49 (1886) 432--439.).
Karakteristik bakteri selulosa berbeda dengan karakteristik selulosa yang diproduksi oleh tumbuh-tumbuhan.
- Ukuran serat selulosanya lebih halus hingga sekitar seratus kali.
- Jalinan serat yang lebih rapat dan lebih rapi. Meskipun demikian, porositasnya tetap tinggi.
- Lebih murni daripada selulosa tumbuh-tumbuhan yang umumnya bercampur dengan lignin, pektin, senyawa aromatik, dll.
- Kapasitas serap air (water absorption capacity), kapasitas tampung air (water holding capacity), dan daya tarik (tensile strength) bakteri selulosa jauh lebih besar.
Pada prinsipnya bakteri selulosa dapat diproduksi oleh bakteri dari media-media pertumbuhan yang mengandung glukosa. Air kelapa adalah media yang paling banyak digunakan di seluruh dunia untuk memproduksi bakteri selulosa, karena keberadaannya yang melimpah, bisa diperoleh sepanjang tahun, mudah diperoleh dan relatif murah. Dikarenakan berasal dari air kelapa yang difermentasi, maka bakteri selulosa ini disebut dengan nata de coco. Bila berasal dari nenas, disebut dengan nata de pina, dari ubi disebut dengan nata de cassava, dst. Sebagai informasi tambahan, meskipun sumber medianya berbeda-beda, tidak terdapat perbedaan karakteristik selulosanya yang signifikan.
Berikut ini sejumlah nata de coco dan olahan lanjutannya yang telah diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.
- Bahan makanan/minuman yang sudah populer semenjak tahun 70an di kawasan Asia Tenggara dan sedang merambah ke benua Eropa dan Amerika.
- Bahan biomasker kosmetika. Produk ini telah booming dalam lima tahun terakhir. Jumlah produksinya terus meningkat secara signifikan. Vietnam adalah negara produsen utama yang mengekspor produknya ke negara-negara maju.
- Bahan pembalut luka (wound dressing), bahan kapsul, pembuluh darah buatan dan kulit buatan.
- Bahan tambahan untuk meningkatkan kualitas kertas dan karton.
- Media pertumbuhan tanaman, khususnya untuk keperluan penelitian.
- Bahan membran speaker headset/headphone.
- Bahan pembuatan layar elektronik.
- Bahan pakaian. Sampai saat ini, selulosa dari kapas belum bisa tergantikan dikarenakan belum adanya teknik produksi selulosa bakteri yang efektif dan efisien dalam hal kuantitasnya, dimana untuk memproduksi sekitar satu kilogram kapas dari selulosa bakteri diperlukan sebanyak satu ton air kelapa. Kecuali produk tersebut diperuntukkan bagi produk-produk pakaian kelas premium atau khusus. Nanollose adalah perusahaan Australia, satu-satunya perusahaan di dunia yang mengkhususkan diri di bidang pakaian dari bahan selulosa bakteri, perusahaan yang telah bekerjasama dengan PT Supra Natami Utama (Sukabumi, Jawa Barat), sebagai pemasok bahan baku.
- Aplikasi bakteri selulosa akan jauh lebih banyak lagi jika diolah lebih lanjut menjadi nanocellulose.
Negara kita, Indonesia memiliki area tanaman kelapa terbesar di dunia. Namun, untuk produksi selulosa bakterial kita masih jauh tertinggal dibandingkan dengan Filipina dan Vietnam. Padahal potensi nilai bisnisnya cukup besar, seperti yang pernah saya uraikan di artikel sebelumnya. Semoga pemerintahan kita lebih memperhatikan, memprioritaskan dan memaksimalkan potensi besar yang kita miliki ini.
Penulis adalah Ketua Divisi Pendidikan, Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan Produk (P5) Gabungan Pengusaha Nata De Coco Indonesia (GAPNI).
Artikel Terkait