Saya terinspirasi membuat tulisan ini oleh tulisan adinda Anindya Gupita Kumalasari yang menarik, "Jangan Mencela Syiah! Jangan Mencela Ahmadiyah! Jangan Mencela Sunni! Jangan Mencela Agama Manapun!". Selain itu saya tertarik dengan kepercayaandirinya menuliskan sekularian di profilnya.
Pemikirannya mengingatkan saya kembali pada masa-masa "angeknya" masa pencaharian kebenaran universal, sekitar 17 tahun yang lalu. Beda kali dengan sekarang ni. Baru setengah hidup dijalani dari standar usia Rasulullah namun perasaan jenuh akan kehidupan ini dah mulai membuncah...
Sebenarnya banyak yang hendak saya kritik dari tulisannya tersebut, namun kepala lagi mumet, kerjaan gi banyak-banyaknya, karena hal itu akan mengkonsumsi energi yang banyak dan lama... saya tidak begitu khawatir tulisannya itu bisa menyesatkan orang lain...
Disini saya hendak mengemukakan pendapat secara sederhana mengenai konsep pluralisme yang terkontaminasi konsep asimilasi.
Islam adalah agama yang pluralis...
Dalam defenisi bahwa pluralisme adalah suatu paham yang menerima keanekaragaman kepercayaan, keyakinan, agama, saling berinteraksi secara sosial kebudayaan, saling menghormati dan tolong-menolong dalam batasan humanis yang universal, tanpa harus kehilangan jati diri.
Namun seringkali saya menemukan artikel yang sadar atau tidak, sengaja atau tidak, tidak bisa membedakan antara pluralisme dengan asimilasi, atau terjebak dalam indahnya konsep pluralisme.
Dimana asimilasi adalah konsep yang menyamakan semuanya, membaurkan keyakinannya dengan keyakinan yang lain, dengan argumen kebenaran itu relatif dan setiap orang memiliki defenisinya masing-masing mengenai kebenaran universal.
Selain itu, artikel-artikel mengenai pluralisme seringkali menarik kesimpulan yang overgeneralization...
Begitu ajalah dulu teman-teman, mungkin diskusi yang serius bisa dilanjutkan di kolom tanggapan...
Salam Hangat Sahabat Kompasianers...