Lihat ke Halaman Asli

Rahmad Agus Koto

TERVERIFIKASI

Generalist

Kritikan Terhadap Buku Richard Dawkins “God Delusion” (#2)

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Kristen, sama halnya dengan Islam, mengajarkan anak-anaknya keyakinan yang tidak boleh dipertanyakan adalah suatu kebaikan. Anda tidak perlu mempermasalahkan apa yang anda percayai. Jika seseorang mengumumumkan bahwa ini (baca: apa yang dilakukan dan yang diyakini) adalah bagian dari agama, maka orang lain harus menghargainya tanpa bertanya. Menghargainya hingga termanifestasi dalam bentuk pengorbanan horor seperti penghancuran gedung World Trade Center, atau pemboman London, atau pemboman Madrid." [Hlm. 306].

Kutipan di atas masih berkaitan dengan kutipan pada tulisan sebelumnya dengan kritikan yang sama. Disini penulis menambahkan kritikan yaitu kebenaran klaimnya saja masih dipertanyakan kebenarannya, bahwa apapun mengenai keagamaan Kristen dan Islam tidak boleh dipertanyakan penganutnya (benarkah demikian? silahkan dijawab sendiri berdasarkan keyakinan masing-masing). Penulis secara pribadi menyatakan klaim tersebut sama sekali tidak benar. Secara tidak fair, beliau menyatakan bahwa klaim tersebut adalah penyebab pengorbanan horor yang disebutkannya.

"Tidak mengherankan, karena agama muncul berdasarkan tradisi lokal berupa wahyu privat daripada bukti, sehingga Hipotesis Tuhan jadi beranekaragam. Sejarah agama diketahui berasal dari perkembangan Animisme Pribumi menuju Politeisme seperti kepercayaan Yunani Kuno, Roma, Norsemen hingga ke Monoteisme seperti Judaisme dan turunannya, Kristen dan Islam." [Hlm. 32].

Richard Dawkins menganggap bahwa agama-agama dengan konsep ketuhanannya merupakan hasil dari proses evolusi. Agama-agama kini berasal dari "leluhur" yang sama yaitu Animisme. Beliau menganalogikannya dengan konsep Biologi Evolusi.

Hal ini merupakan mispersepsi Richard Dawkins yang menerapkan konsep Biologi Evolusi dalam menjelaskan keanekaragaman agama. Hasil dari proses Biologi Evolusi memunculkan keanekaragaman hayati, dan masing-masing memiliki sistem biologi yang sama persis yaitu sistem genetis. Sementara Agama-Agama kini benar-benar memiliki basis kepercayaan yang sangat berbeda, masing-masing berdiri sendiri, sehingga tidak tepat menganalogikannya dengan proses Biologi Evolusi. Richard Darwin terlalu memaksakan konsep Biologi Evolusi untuk menjelaskan argumennya bahwa Tuhan dan Agama adalah delusi manusia.

"Koran atau Qur'an, menambahkan ideologi yang sangat kuat (powerful) untuk melakukan penaklukan militer untuk menyebarkan keyakinannya. Demikian juga dengan Kristen, menyebarkan keyakinannya dengan pedang." [37]

Silahkan saja beliau berpendapat demikian tapi dengan bukti-bukti dan penjelasan yang ilmiah. Di dalam bukunya tersebut, tidak ada dijelaskan lebih lanjut mengenai pernyataannya tersebut. Dari pernyataan ini dapat diketahui bahwa Richard Dawkins tidak mempelajari sejarah Islam secara mendalam.

*****

Mengakhiri tulisan kritik ini, penulis menyimpulkan bahwa kritikan-kritikan Richard Dawkins terhadap Agama dan Ketuhanan berlandaskan kepada prasangka negatif belaka sehingga tidak objektif. Sesuatu yang ironis sekali, disisi lain dalam bidang ilmiah Biologi Evolusi beliau begitu objektifnya dan memahami hingga ke detail objek pembahasan.

Prasangka negatifnya terhadap agama semata-mata berlandaskan pada “efek negatif” agama yang menyebabkan kekacauan, kerusuhan, terorisme, genosida dan sejenisnya. Dan mengklaim bahwa agama adalah penyebabnya.

Richard Dawkins cenderung terpengaruh oleh pendapat-pendapat tokoh-tokoh sebelumnya misalnya John Lennon yang menganggap Agama dan Tuhan adalah konsep yang diciptakan oleh manusia dan mempopulerkan ideologinya dalam lagu Imagine. John Lennon juga terjebak dalam opini yang sama yaitu melihat “efek negatif” agama.

Di halaman tiga, Richard Dawkins jelas menyatakan bahwa ia mengikuti pendapat Robert M. Pirsig yang mengatakan “Ketika seseorang menderita delusi, ini disebut dengan kegilaan. Ketika banyak orang menderita delusi, ini disebut dengan Agama.” Pendapat ini juga berakar dari Sigmund Freud yang mengatakan agama adalah penyakit psikologis akut kemanusiaan.

Dari penjelasannya yang menyangkut Agama Islam, jelas sekali beliau tidak mengenal Islam secara mendalam. Satu hal yang juga agak mengherankan mengapa beliau tidak ada mengikutsertakan pendapat tokoh utama Islam mengenai argumen keberadaan Tuhan, dalam Bab 3. “Arguments for God’s existence.”

Dari pemaparan yang disampaikan penulis, penulis menyimpulkan bahwa argumen Richard Dawkins dianalogikan seperti bermain Puzzle, dimana dia telah memasang 3 keping dari 300 keping Puzzle yang ada, dan berani menyimpulkan bahwa gambar keseluruhan Puzzle itu bergambar pemandangan.

Sebagai informasi tambahan, salah satu tokoh yang mengritik buku ini dengan penjelasan yang lebih mendetail dari perspektif Kristen adalah Alister McGrath, ahli Kimia dan Biofisika Molekuler dari Universitas Oxford yang juga seorang ahli Teologi Kristen, bersama dengan Joanna Collicutt McGrath, ahli Psikologi, dalam buku The Dawkins Delusion? yang diterbitkan pada tahun 2007.

McGrath menyimpulkan bahwa Richard Dawkins tidak memahami Ilmu Psikologi (Lack of Training) dan mengindikasikan ketidakmampuannya dalam menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang paling mendasar dari keyakinan (Wikipedia).

*****

Terima kasih telah sudi membaca tulisan saya.

Salam Hangat Sahabat Kompasianers

****

Tulisan Sebelumnya: Kritikan Terhadap Buku Richard Dawkins “God Delusion” (#1)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline