Lihat ke Halaman Asli

Ajun Pujang Anom

Guru Plus-plus

Buku Tahunan Sekolah "Menyamar" Menjadi Buku Cerita, Mungkinkah?

Diperbarui: 22 Juni 2024   05:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: arsip pribadi

Buku Tahunan Sekolah atau terkadang dikenal dengan nama "Buku Kenangan Sekolah" seperti yang kita lihat biasanya berisi tentang profil siswa yang disemati dengan foto resmi. Dan biar agak tidak monoton diselipi berbagai pesan atau kesan yang cenderung lucu. Selain itu seringkali disusupi dengan profil sekolah. Sehingga itung-itung numpang promo gratisan.

Dan beberapa tahun belakangan ini, yang kita tahu lebih marak dipenuhi foto dengan berbagai pose. Tak cuma berdiri tegak lurus alias gaya formal  seperti biasanya. Apalagi beberapa sekolahan, saat photoshoot juga punya inisiatif memanggil pengarah gaya maupun fotografer profesional. Sehingga penampakan fotonya lebih terkesan artistik dan memorable.

Tentu hal ini menjadi semakin memperkuat aura buku tahunan sebagai buku memori. Jadi ketika lewat setahun atau lebih, akan mengendapkan kenangan yang kuat di benak alumni. Bahwa pada saat itu nuansa perpisahan menguar begitu tajam dan menciptakan ingatan tentang momen-momen saat bersekolah. Yang kemudian diriuhkan secara simbolis lewat acara pelepasan.

Lantas bagaimana halnya apabila hal itu tidak saja diungkap lewat foto, namun juga dituangkan ke dalam bahasa tulis? Saya kira hal ini menjadi semakin menarik. Bisa menjadi semacam otobiografi atau dokumen kesejarahan, dan dapat pula dijadikan bahan referensi yang bagus buat perkemangan sekolah ke depannya. Sebab tak menutup kemungkinan, kisah-kisah itu tak murni melulu bab-bab yang positif. Mungkin bisa jadi ada cerita kejahilan dan keisengan antar siswa. Di samping itu pula, tak mustahil muncul gagasan siswa tentang inovasi pembelajaran. Hal ini tentunya, seperti berkah yang terselubung. Dan jika diterapkan, bisa berdampak dalam perbaikan mutu pendidikan, minimal di sekolah tersebut.

Agar dapat menghasilkan "produk literasi" seperti yang diharapkan, dalam penggarapannya tentu tak mungkin spontan. Harus betul-betul direncanakan secara matang. Walaupun nantinya dalam konteks pelaksanaannya tak dapat dilingkupi dengan kespanenggan, harus mengutamakan fleksibelitas. Sebab tak dapat dipungkiri, apapun yang berbentuk ketertekanan condong ke arah keburukan. Meskipun begitu, dalam mencegah adanya plagiasi dan pengarahan pihak lain yang bisa menghilangkan ciri kekhasan anak sekolahan, pengerjaannya wajib di sekolah dan dalam kurun satu waktu (jika memungkinkan).

Dan Alhamdulillah, hal ini dapat diinisiasi di sekolah kami, di tahun ini. Tanpa perlu memeras keringat berlebihan. Sebab dari proses penulisan sampai penerbitan, mengalir secara smooth. Dalam proses itu, peran siswa dikembangkan sedemikian rupa, sehingga tidak menjadi obyek yang pasif belaka. Namun berperan aktif secara nyata. Hal ini ditandai dengan pembahasan tentang materi apa yang akan diangkat hingga bagaimana judul harus dipilih serta cover apa yang perlu ditampangkan. Semuanya didiskusikan. Dan hasilnya terlihat seperri foto di atas.

Bojonegoro, 22 Juni 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline