Lihat ke Halaman Asli

Ajun Pujang Anom

Guru Plus-plus

Nuansa Anak-anak dalam Puisi Xerox

Diperbarui: 24 September 2018   17:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Oleh: Ajun Pujang Anom

Entah mengapa siang ini, nampaknya berbeda dari siang-siang sebelumnya. Mungkin bisa dikatakan spesial. Bagaimana tidak spesial? Saya yang biasanya tak begitu "menghiraukan" bentuk-bentuk puisi lainnya. Karena begitu silau terhadap puisi visual (grafis). Sehingga seakan-akan tak ada ruang kosong di dalam hati buat puisi yang bisa "dibaca" dengan bibir manusia.

Apalah arti ruang di dalam hati itu, jika seperti tipe rumah 21/60? Super kecil. Jangankan dibuat tiduran, buat selonjoran saja susah. Kondisi ini mirip dengan keberadaan "genre" lainnya dalam kehidupan berpuisi saya. Hampir nihil, kalau sulit dikatakan tidak ada.

Siang ini mencoba membuat puisi dengan gaya Xerox. Puisi yang seringkali dituduh sebagai asal main comot. Karena cuma mem-fotokopi dari realita, tentunya kesan "anak-anak" begitu melekat. Le style naive, bisa dibilang.

Mengapa pilih Xerox, tidak yang lain? Bukankah Xerox terlalu prosais dan hambar diksinya? Sebab saya suka satire. Saya merasa ada talian erat di antara keduanya, dibandingkan dengan yang lain.

Dan inilah hasil percobaan saya dengan memakai jasa Xerox, dengan judul "Payung dan Aku":

Tiba-tiba warna siang berubah

Berubah menjadi seperti arang kayu

Dan tiba-tiba air ditumpahkan begitu saja dari langit

Beruntung aku berada di bawah payung

Payung yang sejak dari tadi menemaniku

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline