Prihatin dengan elektabilitas Prabowo-Sandi yang semakin jauh dibanding elektabilitas Jokowi- Ma'ruf Amin.
Menurut Lembaga Survei Indonesia (LSI) setelah kasus hoax Ratna Sarumpaet elektabilitas Jokowi- Ma'ruf Amin naik. Tak heran jika ada yang prihatin dengan elektabilitas Prabowo-Sandi, terutama pendukungnya.
Jokowi-Ma'ruf Amin
Agustus 2018: 52,2%
September 2018: 53,2%
Oktober 2018: 57,7%
Prabowo-Sandiaga
Agustus 2018: 29,5%
September 2018: 29,2%
Oktober 2018: 28,6%
Meski menurut LSI secara umum kasus hoax Ratna Sarumpaet tidak mengurangi elektabilitas Prabowo-Sandi, tapi sentimen negatifnya memengaruhi massa mengambang (swing voters) jadi cenderung memilih Jokowi- Ma'ruf Amin, dengan kata lain merebut suara massa mengambang tadi, entah itu kaum milineal atau emak-emak semakin sulit saat ini.
Kasus hoax Ratna Sarumpaet telah mempermalukan sejumlah tokoh politik. Meski sudah berusaha ditutupi dengan taktik "ngeles kayak bajaj" dan mengaku dirinya hanya "korban", tapi taktik itu cenderung gagal total, atau tidak memperoleh keuntungan politis yang signifikan dari taktik tadi.
Diperkirakan taktik "ngeles kayak bajaj" dan "playing victim" sudah tidak laku lagi, karena masyarakat sudah bosan. Mereka merindukan taktik baru yang canggih serta menggairahkan, bukan taktik yang itu-itu saja.
Tidak cukup hanya mengatakan prihatin dengan elektabilitas Prabowo-Sandi, apalagi masih saja menggunakan taktik "ngeles kayak bajaj" untuk menangkisnya dengan mengatakan tidak percaya hasil survei yang ada dan lebih percaya dengan hasil "survei internal Gerindra". Taktik politik yang bisa membuat publik pun tertawa seketika.