Lihat ke Halaman Asli

Enaknya Jadi Orang yang Humanis

Diperbarui: 28 Maret 2016   00:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi: wisegeek.org"][/caption]Tiap kali bertemu atau berkenalan orang baru tidak pernah lupa untuk hanya melihat sisi-sisi kemanusiaannya yang universal. Yang sama-sam punya mata seperti matanya,. Yang sama-sama punya bentuk badan yang sama seperti badannya. Yang sana-sama berpikir, berperasaam dan bernafas spt pikirannya, perasaannya dan pernafasannya. Hanya lahir bathin kemanusiaannya yang dijadikan objek pandangannya lahir bathinnya. 

Gaya pakaiannya orang-orang yang baru ditemui dan dikenalnya itu mau kayak apa, sepertinya tidak jadi perhatiannya. Bahkan bertanya tingkat pendidikan, lulusan jurusan apa, bapaknya siapa atau agama dan kepercayaan orang-orang yang baru ditemui dan dikenalinya itu apa, juga tak pernah ditanyakannya. Keliatannya, dia hanya betul-betul ingin menikmati pertemuan dan perkenalan dengan orang-orang itu terjadi begitu saja tanpa merasa harus tau segala macam predikat sosial dari masing-masingnya. Paling banter hanya bertanya tentang nama-namanya saja dan tentang pekerjaan sehari-hari dan hobby orang-orang itu. 

Di situ ada yang keliatan berwarga negara salah negara di afrika sana, ada yang keliatannya berasal dari negeri arab, ada juga yang kemungkinannya dari salah satu negara korea, jepang, china atau philipina. Agak sulit memastikannya dari negara mana karena punya beberapa kemiripan. Yang keindia-india juga ada. Entah memang dari india, banglades atau nepal. Susah memastikan. yang rambutnya pirang juga ada beberapa. Entah dari negara eropa yang mana mereka itu pastinya. Saya tak tau. Tapi semuanya berkumpul mengeliligi meja panjang yang penuh dengan piring-piring makan yang sudah kotor dan kosong. Mungkin baru selesai makan malam, dan dilanjutkan dengan acara ngobrol-ngobrol ringan.

Kesannya, begitu senangnya dia bisa bertemu, berkenalan dan berkumpul dalam satu meja tanpa sekat kewarga negaraan, tanpa membicarakan perbedaan warna rambutnya, warna kulitnya, dan agamanya. Hanya satu hal yang diperbincangkannya, yaitu tentang pengalaman masing-masing berkeliling dunia. Berjumpa dengan orang-orang yang berkesan di hati mereka atau bercerita tentang makanan yang unik atau kondisi-kondisi daerah di negara-negara yang oleh masing-masingnya pernah dikunjungi. Tak membahas apa-apa kecuali tentang keindahan pengalamannya masing-masing tentang pertemuannya dengan manusia lain di belaham-belahan dunia lain. 

Kemungkinan, acara-acara pertemuan seperti ini sering dia hadiri tiap kali dia bepergian ke negara-negara lain yang dia kunjungi. Dan pastinya, dia selalu bertemu dan ngobrol-ngobrol lagi dengan orang-orang baru yang datang dari berbagai negara disana. Sungguh mengasyikan keliatannya punya banyak kawan dari berbagai negara dan bangsa yang bisa saling akrab dan berkawan selama-lamanya walaupun berjauhan tempat tinggalnya, berbeda kewarga negaraannya dan berbeda budaya serta agamanya.

Ternyata tidak semuanya berpandangan perbedaan itu berarti permusuhan dan pecah belah. Sebaliknya, malah dianggapnya sebagai keindahan. Duh enaknya jadi orang yang bisa menghilangkan sekat-sekat perbedaan yang sementara sifatnya, yang kadang dan bahkan sering menjadi biang perpecahan dan perkelahian serta peperangan. Semoga dia tetap bahagia dalam keaneka ragaman perkawanannya. Amin.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline