Lihat ke Halaman Asli

Shodaqoh Kampungan

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_215473" align="aligncenter" width="300" caption="Ucapan Menyambut Ramadhan (Diolah dari berbagai sumber)"][/caption] Beberapa saat sebelum saya menulis ini.... "Tit..!!" Hp diatas meja tepat disamping asbak sebelah layar monitor berbunyi. Saya ambil hp dan saya baca sms yang masuk. "A,,mau bikin nasi kotak buat bagi-bagi tetangga enggak? Bentar lagi kan bulan puasa.." Rupanya sms reminder yang dikirim oleh adik perempuan saya satu-satunya dari rumah. Seolah sudah menjadi tradisi di kampung saya, jika bulan Ramadhan sudah menjelang tepatnya di pertengahan hingga akhir bulan Sya'ban, para tetangga secara bergantian mengirimkan makanan kepada tetangga lainnya. Walau tanpa jadwal pengiriman yang tercatat, hampir tiap hari ada saja yang mengirimkan makanan seperti nasi dan opor ayam, nasi uduk, nasi kuning, kue-kue basah dan kering dan macam-macam lainnya. Entah pada masa lalu siapa orang yang memulai tradisi indah ini, yang jelas kami sebut tradisi ini dengan nama"Ungah-unggahan". Terlepas dari apapun niatan sang pengirim makanan, yang pasti makanannya enak-enak dan tentunya membangun simpati dan empati diantara kami. Dan saya sendiri menyebutnya dengan istilah "Shodaqoh Kampungan", yaa.. shodaqoh ala orang kampung yang perlu dilestarikan..hehehe..

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: Seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqoroh: 261)

Dalam ayat ini Alloh SWT mengilustrasikan betapa beruntungnya orang-orang yang gemar membelanjakan hartanya di jalan Alloh dengan niat ingin menggapai ridho Alloh SWT. Hubungan antara infak dan hari akhirat adalah erat sekali karena sebagaimana diketahui, seseorang tak akan mendapat pertolongan apa pun dan dari siapa pun pada hari akhirat itu, kecuali dari hasil amalnya sendiri selagi ia masih di dunia, antara lain amalnya yang berupa infak di jalan Allah. Betapa mujurnya orang yang suka menafkahkan hartanya di jalan Allah, dalam ayat ini dilukiskan bahwa orang tersebut adalah seperti seorang yang menyemaikan sebutir benih di tanah yang subur. Benih yang sebutir itu menumbuhkan sebatang pohon dan pohon itu bercabang tujuh, setiap cabang menghasilkan setangkai buah dan setiap tangkai berisi seratus biji sehingga benih yang sebutir itu memberikan hasil sebanyak 700 butir. Ini berarti tujuh ratus kali lipat. Bayangkanlah betapa banyak hasilnya apabila benih yang ditanamnya itu lebih dari sebutir. Banyak riwayat yang berasal dari Rasulullah SAW yang menggambarkan keberuntungan orang-orang yang menafkahkan harta-bendanya di jalan Alloh SWT yang disandarkan untuk memperoleh keridaan-Nya dan untuk menjunjung tinggi agama-Nya. Di antaranya adalah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Muslim, Nasai dan Hakim dari Ibnu Mas'ud bahwa ia berkata;

Seorang lelaki telah datang membawa seekor unta yang bertali di hidungnya lalu orang tersebut berkata: "Unta ini saya nafkahkan jalan Allah." Maka Rasulullah SAW bersabda: "Dengan nafkah ini, anda akan memperoleh di akhirat kelak tujuh ratus ekor unta yang juga bertali di hidungnya"

Menafkahkan harta di jalan Allah, baik yang wajib seperti zakat maupun yang sunat seperti sedekah, yang dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat, untuk memberantas penyakit, kemiskinan dan kebodohan, untuk penyiaran agama Islam dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan adalah sangat dituntut oleh agama, dan sangat dianjurkan oleh syari'at. Sebab itu, terdapat banyak sekali ayat-ayat Alquran yang membicarakan masalah ini, serta memberikan dorongan yang kuat dan memberikan perumpamaan yang menggambarkan bagaimana beruntungnya orang-orang yang suka berinfak dan betapa malangnya orang-orang yang tidak mau menafkahkan hartanya. Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan "Jalan Alloh" adalah: Dalam rangka takut kepada Alloh SWT menurut Sa'id Ibnu Jubair. Sedangkan menurut Mak-hul, yang dimaksud "Jalan Alloh" adalah menafkahkan harta benda untuk keperluan berjihad. Saya hampir yakin kalau tetangga-tetangga saya yang membuat makanan dan kemudian dibagikan kepada tetangga lainnya termasuk saya, bukan orang-orang yang mampu secara finansial. Kebanyakan diantara mereka adalah buruh tani, tukang bangunan, pedagang dan pekerja kasar. Tapi mengapa mereka rela menyisihkan penghasilannya demi membahagiakan tetangga-tetangga lain dengan mengirimkan makanan. Inilah shodaqoh kampungan yang membangun empati dan simpati. Semoga tradisi ini tetap terus terjaga dan doa saya untuk para tetangga baik hati ini agar selalu dijaga niatnya oleh Alloh SWT dan hanya mengharap balasan dari Alloh SWT. Selamat menyambut bulan Ramadhan tahun ini & semoga kita keluar sebagai pemenang yang sebenarnya.

  • Sumber: Tafsir Ibnu Katsir & Pengalaman Pribadi
  • Inspirasi: SMS Adik Tercinta (NIna Ratna Ningsih)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline