Tatanan patriarki sudah sangat melekat di kalangan masyarkat Indonesia. Bagaimana tidak, secara tidak sadar kita sejak kecil sudah diajarkan oleh orang tua kita bahwa laki-laki lebih superior dibanding dengan perempuan dan Ketika sudah dewasa juga kita dipaksa hidup didalam tatanan patriarki seperti di tempat kerja, ibadah dan lain-lain. Tatanan patriarki menjadikan perempuan digolongkan segabai pihak yang terpinggirkan dan menjadi korban ketidakadilan sosial, patriarki juga melegitimasi superioritas laki laki dan inferioritas perempuan. (Mutiah, 2019)
Isu patriarki ini menjadi topik yang sangat menarik untuk dibahas, namun sepertinya banyak orang yang enggan membahas topik ini karena patriarki ini masih menjadi hal yang tabu bagi masyarakat Indonesia. Terlebih jika ada yang menentang tatanan patriarki ini orang-orang dengan mudah menjustifikasi orang yang menentang tatanan patriarki ini, dan dianggap sebagai pembangkang.
Film yuni hadir sebagai bentuk penggambaran dibungkamnya perempuan sebagai korban dari sistem patriarki. Film yang disutradarai oleh kamila andini ini adalah bentuk realitas sosial yang terjadi di masyarakat Indonesia, dimana perempuan hidup dibawah tekanan budaya patriarki. Film ini menceritakan Yuni (Arawinda Kirana) seorang remaja SMA yang kebingungan menentukan masa depannya. Yuni adalah seseorang yang pintar dan cerdas sedang berambisi untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang kuliah dengan mengikuti program beasiswa, namun dia harus ada dipersimpangan ketika ada laki-laki yang melamarnya. Film yang berlatar di banten, jawa barat ini sangat menampilkan realitas sosial yang terjadi di daerah itu sendiri, dimana pernikahan dini sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang wajar ketika remaja lulus SMA langsung menikah. (Tamana, 2018)
Potret Yuni dalam film diceritakan seorang remaja yang memiliki keingintahuan tinggi layaknya yang dirasakan oleh remaja pada umumnya ketika beranjak dewasa, ia sama seperti remaja pada umumnya yang masih ingin bermain bersama teman temannya. Namun ia harus berada dalam posisi yang sulit dimana Ia harus memilih antara mengikuti tradisi untuk menikah atau tetap mengejar mimpinya.
Yuni yang merupakan representasi perempuan yang mendambakan kebebasan dan ingin keluar dari belenggu patriarki mencoba mematahkan stigma bahwa perempuan harus mengikuti tatanan yang sudah ada. Maka ia menolak lamaran pria itu, lalu Yuni jadi perbincangan orang-orang dikampung karena menolak tradisi yang sudah ditetapkan leluhurnya. Sikap yuni ini sangat berkaitan dengan teori eksistensialisme Jean-Paul Sartre (1905-1980) dimana yuni dapat menentukan jalan hidupnya sendiri tanpa ada interfensi dari orang lain dan yuni juga bisa menerima semua konsekuensi atas pilihannya.
kemudian lamaran-lamaran lain -- dengan calon yang semakin tidak ideal secara umur -- terus berdatangan. Salah satunya terang-terangan membeli keperawanan Yuni. Ia adalah seorang pria kaya raya yang siap membayar keperawanan yuni agar menjadi istri kedua pria itu. Lantas yuni semakin tertekan, ia semakin mempertanyakan kedudukan perempuan ditengah budaya patriarki ini, akhirnya yuni bertemu Suci Cute (Asmara Abigail), ia adalah representasi perempuan yang mencari kebebasan dan pilihan untuk mengendalikan hidupnya sendiri. Susi bisa dibilang adalah feminis, ia yang mengajarkan Yuni bagaimana seorang perempuan juga punya andil atas jalan hidupnya, tidak serta merta turut kepada tradisi atau budaya. (Ekawati, 2013)
Dari kasus adegan ini terlihat bahwa male gaze masih banyak terjadi dipedesaan dimana wanita diukur dari keperawanannya dan semua laki-laki dalam film ini melihat yuni sebagai objek seksual dilihat dari gaya sinematografi yang memperlihatkan lekuk tubuh wanita yang disukai pria. (Ramadhan, 2013)
Dalam film ini terdapat adegan seks, dimana Yuni bersetubuh dengan Yoga disebuah rumah kosong. Dalam adegan ini banyak mengandung makna yang dapat penonton petik, karena sejatinya adegan ini tidak hanya sebuah bumbu dalam film namun adegan yang sarat akan makna. Pada awal -- awal film Yuni dituntut untuk mengikuti perintah orang tua dan laki-laki yang berarti buadaya patriarki sangat kental sehinggal Yuni tidak mempunyai kontrol atas dirinya. Namun dari adegan seks ini, menandakan bahwa Yuni sudah mempunyai kontrol atas kehidupannya yang digambarkan dalam adegan film ini Yuni berada di posisi atas yang menunjukan kontrol penuh atas adegan itu.
Dari film yuni kita belajar bahwa hak-hak perempuan di indonesia masih minim diakui oleh masyarakat kebanyakan, perempuan masih dilihat seperti barang yang diperjualbelikan. Dan dari film ini juga ada banyak perempuan yang menjadi korban atas tatanan patriarki. (Israpil, 2017)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H