Lihat ke Halaman Asli

Wisata Suku Baduy

Diperbarui: 14 Desember 2020   12:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi/ Galang Aji Prakoso

Menelusuri jalur setapak menuju kesederhanaan dan kearifan

5 September 2020 pukul 05.00 WIB aku sudah berpakaian sporty ala anak gunung lengkap dengan backpack  men-starter motor kesayanganku untuk bergegas menuju stasiun Tangerang. 

Meskipun sebenarnya mata masih berat (karena tadi kerja sift siang dan tidur pukul 02.00) aku merasa sangat bersemangat untuk melakukan petualangan yang aku pastikan akan sangat seru kali ini. Ya, petualangan menuju ke sebuah suku pedalaman asli dari Provinsi Banten, yaitu Suku Baduy.

Petualangan ini sebenarnya sudah aku rencanakan dari bulan Agustus yang lalu, namun harus aku batalkan karena urusan pekerjaan. Sejujurnya, bisa dibilang ini adalah petualangan dadakan. Sama sekali tidak ada persiapan fisik, atau perbekalan dari jauh-jauh hari. Booking seat pun baru tadi malam. Oh iya, pada petualangan kali ini, aku ditemani guide super humble dari @wisatasukubaduy, akang Atep dan Anjay.

Setelah sampai di Stasiun Tangerang, aku bergegas menuju loket untuk membeli tiket menuju Stasiun Rangkasbitung, meeting point kami nanti. Saat kereta melaju, aku lebih banyak menghabiskan waktu untuk kembali merajut mimpi (haha, dasar pelor). 

Untuk menuju Rangkas, aku harus berganti kereta di Stasiun Duri dan Stasiun Tanah Abang.  Pukul 09.00 kereta tiba di Stasiun Rangkasbitung.  Saat turun dari kereta, aku bertemu 2 rekan trip , Kini dan Nadya (dua gadis cantik asal Depok). Kami bertiga bergegas keluar stasiun untuk mencari bubur ayam . Setelah perut terisi, kami berjalan menuju tempat parkir dan disana sudah ada beberapa rekan trip lainnya yang menunggu. 

Mereka berenam dan semuanya dari Bandung, makanya mereka dijuluki sebagai Bandung Squad. Kami masih harus menunggu rekan lainnya juga , karena total peserta trip ada 15 orang.  Penantian yang sedikit lama membuat Nadya kepanasan sampai-sampai julid pada rekan trip yang telat (haha dasar wanita) . 

Pukul 10.20 kami berangkat menuju Terminal Ciboleger, gerbang peradaban antara suku Baduy luar dengan dunia modern. Perjalanan menggunakan elf menuju Ciboleger sangat mengasyikan. Kami cepat akrab satu sama lain dan dalam perjalanan dipenuhi canda-tawa dan perjulidan yang masih berlanjut.

Sesampainya di Ciboleger , kami istirahat sebentar untuk re-packing, Ishoma, dan briefing. Disini kami kembali memeriksa barang bawaan kami masing-masing, memastikan tidak ada sabun, pasta gigi, sampo, atau hal-hal per-skincare-an lainnya karena itu dilarang. Pukul 13.00 kami memulai perjalanan . 15 peserta trip, dua orang guide, dan lima orang suku Baduy Dalam . Kata Kang Atep, perjalanan dari gerbang peradaban menuju Kampung Cibeo (tujuan akhir kami di Baduy Dalam) membutuhkan waktu sekitar  4 jam.

Perjalanan dimulai. Track awal kami masih berupa bebatuan cor hingga sejauh 1 km. Setelah itu kami tidak lagi melihat bangunan semen, ataupun hiruk-pikuk modernisasi. Yang ada hanyalah jalur terjal berupa undak-undakan batu yang terkadang diselingi tanah. Awal-awal sih masih terbilang lumayan lah, karena tidak melulu tanjakan (alias banyak bonusnya) . Tapi sejujurnya, track bebatuan yang ditata seperti tangga ini lebih cepat membuat lelah . 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline