Lihat ke Halaman Asli

Polemik Nasab Habaib di Indonesia

Diperbarui: 14 Mei 2024   08:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sudah setahun ini status dan gelar habib atau habaib di Indonesia menjadi polemik. Hal ini terjadi karena beberapa orang mempertanyakan keabsahan gelar para habaib ini. Apakah mereka ini betul-betul keturunan Nabi Muhammad dan nasabnya nyampung sampai ke beliau? ataukah tidak? Polemik ini melibatkan banyak pihak, baik yang berkepentingan maupun yang tidak secara langsung. bagi yang berkepentingan seperti para orang-orang yang mengaku habib, maka ini menjadi preseden buruk kalau sampai nasab mereka dianggap tidak nyambung sampai ke nabi Muhammad. Wibawa dan otoritas mereka akan runtuh, karena selama ini mereka dimuliakan karena klaim mereka sebagai dzurriyah nabi. sedangkan orang-orang yang berseberangan atau tidak berkepentingan langsung, maka ini merupakan momen penting bagi mereka untuk mempertanyakan dan mengkaji keabsahan gelar habib tersebut.

Kontroversi ini sebetulnya tidak ujug-ujug muncul dengan sendirinya. Namun, dipicu oleh kelompok mereka sendiri. Seperti munculnya sosok Habib Riziq Shihab sebagai keyua Front Pembela Islam (FPI). Sosok ini dianggap paling keras dalam caranya berdakwa, dan tidak jarang berseberangan dengan ulama atau kyai nusantara lainnya. Sebagaimana pernah terjadi bagaimana habib riziq pernah menghina Gus Dur yang notabenenya merupakan tokoh kharismatik di kalangan Nahdlotul Ulama (NU) dengan mengatakan bahwa kalo Gus Dur tidak hanya buta mata tapi juga buta hati nuraninya. Tokoh lainnya yang kontroversi adalah habib Bahar bin Smith yang merupakan habib muda dengan rambut gondrong yang disemir coklat. Habib bahar ini dikenal juga dengan ceramahnya yang keras namun seringkali menghina kyai-kyai NU dengan mengatakan bahwa habib yang gila lebih mulia daripada 70 kyai yang alim. Habib Bahar ini juga pernah dipidana karena menganiaya santrinya.

Munculnya habib-habib yang arogan seperti habib riziq dan habib bahar inilah yang akhirnya membuat kegaduhan di masyarakat merasa jengah dengan beberapa habib lainnya. Banyak masyarakat didoktrin untuk memuliakan para habib karena dianggap keluarga nabi. Namun, kelompok para habib ini justru tidak menghormati orang lain dan ulama-ulama di nusantara. Akhirnya banyak yang memprotes serta mempertanyakan keberadaan mereka di Indonesia. Apakah para habib keturunan Yaman ini dahulu datang ke Indonesia untuk mencari makan? ataukah untuk berdakwah? mengingat kehidupan masyarakat yaman yang miskin dan terbelakang dibanding kehidupan di Indonesia.

lalu kemudian muncullah sosok kyai banten yaitu Imaduddin yang membuat kajian ilmiah tentang nasab para habaib di Indonesia yang dianggap terputus dari nasab nabi Muhammad. Tesis kyai Imad ini menjadi ramai diperdebatkan dan banyak yang kontra walaupun tidak setidak yang pro juga. Kyai Imad menganggap bahwa klan Ba'alawi dari jalur Ubaidillah tidak pernah disebut sebagai anak dari Ahmad bin Isa Al Muhajir dari kitab-kitab nasab sezaman sekitar abad ke tiga samapai abad ke sembilan. 

Bagi saya munculnya tesis kyai Imad ini menarik. Ini bisa menjadi kajian ilmiah lebih lanjut walau sarat dengan kontroversi. karena bagaimanapun juga sebuah pengetahuan sejarah bisa berubah ketika ditemukan fakta-fakta baru baik yang menguatkan atau malah memperlemah. Tesis kyai Imad in tentunya banyak ditanggapi secara beragam. Bagi kalangan habib seperti ketua Robhthoh Alawiyah (RA) Taufiq Assegaf, tesis kyai Imad ini merupakan fitnah yang kejam. Namun, bagi kalangan lainnya seperti para keturunan walisongo, tesis kyai Imad ini merupakan pintu masuk untuk lebih memperjelas siapa para habaib keturunan Yaman ini di Indonesia.

Hemat saya, kontroversi ini tidak perlu dipaksakan untuk diakhiri. Namun, biarkan mengalir dengan tindak lanjut kajian-kajian ilmiah yang bisa mendiskusikan untuk pengembangan dan penemuan baru baik secara metodologi maupun secara teori di bidang nasab dan sejarah. Biarkan masyarakat umum yang memberi penilaian. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline