Dalam komunitas besar seperti Pemerintahan, khususnya kabinet, tidak terlepas dari persoalan suka dan tidak suka. Faktor penyebabnya beragam, bisa soal etika dan kepatuhan, bisa juga soal kepentingan.
Dalam lingkup politik jelas faktor utamanya kepentingan, kalaupun ada faktor etika dan kepatuhan, yang disinggung sebagai penyebab seseorang yang dianggap berprestasi tidak terpakai lagi sebagai Menteri, itu lebih kepada alasan politis.
Pada rapat kabinet paripurna pertama, yang digelar Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis, 24 Oktober 2019, Jokowi sempat berseloroh, agar para Menteri aktif berkoordinasi dengan Menko.
Perlunya Jokowi mengingatkan hal ini pada para Menterinya, karena berdasarkan pengalaman pada kabinet pada Periode Pemerintahan yang pertama. Dimana menurutnya ada menteri selama 5 tahun tidak pernah menghadiri undangan rapat Menko.
Sepintas mengamati pernyataan Jokowi ini kita bisa menebak Menteri siapa yang dimaksudkan, dan siapa Menkonya. Kalau melihat dari kasus ini, jelas yang mengemuka adalah persoalan etika dan kepatuhan.
Siapa yang tidak mengenal Susi Pudjiastuti saat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, baik sepak terjang dan karakternya yang tidak mengenal kompromi. Hampir sering bersitegang dengan Menko Kemaritiman, Luhut B Panjaitan.
Tentunya hanya Susi yang tahu, kenapa dia bersikap seperti itu kepada Menko Kemaritiman yang nota bene secara hirarki struktural adalah atasannya. Tentu ketidakpatuhan tersebut punya dasar.
Biasanya seseorang pejabat negara yang tahu apa yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya, akan memegang prinsip yang kuat terhadap kewajibannya.
Sangat tahu apa yang patut dan tidak patut dilakukan, juga tahu aturan, makanya dia merasa tidak ada yang dilanggar selain daripada etika kepatuhan.
Begitu juga Ignasius Jonan sebagai Menteri ESDM, yang secara struktural berada dibawah Menko Kemaritiman. Bisa diduga kedua orang Menteri ini kurang chemistry-nya dengan Menko LBP.