Memanipulasi jumlah daftar hadir dalam sebuah Paripurna untuk mengesahkan 6 RUU, itu adalah pembohongan dan penghianatan terhadap amanat rakyat. Untung saja ada Surat dari kementrian Hukum, untuk menunda pengesahan RUU tersebut.
Ada apa dengan DPR?
Hanya untuk memenuhi ketentuan tatib maka kuorum telah tercapai dan dihadiri oleh seluruh fraksi, dan itu hanya dilihat dari daftar hadir yang berjumpah 288 orang. Padahal dalam hitungan secara manual, jumlah anggota dewan yang hadir hanya 96 orang.
Inikan jumlah yang tidak memenuhi kuorum sebetulnya, namun karena DPR harus kejar setoran, maka dibikinlah didaftar hadir jumlahnya 288 orang. Jelas ini perbuatan yang menipu publik.
Menjelang akhir masa jabatan DPR Periode 2014-2019, hampir disetiap Paripurna, jumlah anggota dewan yang hadir selalu membuat kita miris. Dengan jumlah kehadiran anggota seperti itulah mereka memaksakan diri untuk kejar setoran mengesahkan berbagai RUU yang pasal-pasalnya penuh dengan kontroversial.
Seperti yang dilansir Kumparan, Berdasarkan pernyataan Fahri, anggota dewan yang hadir sebanyak 288 anggota. Namun Fahri tidak menyebut berapa banyak anggota dewan yang izin dari total kehadiran.
Izin di paripurna dianggap hadir. Namun berdasarkan hitungan manual, hanya 96 anggota DPR yang hadir termasuk pimpinan di ruangan paripurna. Artinya dari total 560 orang, ada 464 yang tidak hadir hingga 12.09 WIB.
"Berdasarkan catatan Kesekjenan, daftar hadir sebanyak 288 anggota, oleh sebab itu berdasarkan ketentuan tatib maka kuorum telah tercapai dan dihadiri oleh seluruh fraksi," kata Fahri di meja pimpinan ruang Rapat Paripurna, DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9).
Bisa dibayangkan seperti apa hasilnya jika pengesahan 6 RUU yang masih penuh kontroversi tersebut terjadi, sementara mereka cukup berdalih, kalau seandainya kurang berkenan dengan Undang-Undang yang dianggap kontroversi, bisa mengajukan Yudicial Review ke MK.