Menjelang pembentukan Kabinet Indonesia Kerja II Jokowi-Ma'ruf, muncul desas-desus ada Menteri berprestasi Jokowi yang kemungkinan besar gagal masuk Kabinet, karena ditolak oleh elit PDIP.
Pertanyaanya kok bisa? Apa iya Presiden Jokowi tidak memiliki wewenang untuk menentukan siapa yang pantas dan tidak pantas masuk dalam kabinetnya.
Bukankah Presiden itu mempunya hak Prerogatif untuk memilih dan memberhentikan menterinya?
Kalau bicara lazimnya, Presiden bisa menggunakan hak prerogatifnya untuk memilih siapa yang pantas jadi menterinya, tapi di dalam politik sesuatu yang lazim bisa saja menjadi tidak lazim, hanya karena kepentingan dan kekuatan politik.
Siapa kira-kira Menteri Jokowi yang dianggap paling berprestasi di Periode pertama Pemerintahan Jokowi-JK, kalau hal itu ditanya kepada Nettizen pasti jawabannya Sri Mulyani Indrawati (SMI) dan Susi Pudjiastuti. Tapi kalau ditanya kepada elit politik, pasti jawabannya beda lagi.
Nettizen melihat prestasi seorang Menteri pastinya berdasarkan kinerjanya, dan hasil kerja yang tampak dan diapresiasi masyarakat. Berbeda dengan elit politik, yang memandangnya dari sudut kepentingan politik.
Seberapa besar seorang Menteri mengakomodir kepentingan politik mereka, dan manfaat apa yang sudah mereka dapatkan selama kepemimpinan Menteri tersebut. Sedikit sekali mereka melihat dampak kinerja Menteri tersebut terhadap kepentingan negara.
Yang menjadi pertimbangan elit politik tersebut pastinya isu negatif tentang si Menteri yang dianggap berprestasi, boro-boro mau mengapresiasi, yang ada malah mengorek titik lemah si Menteri.
Kalau benar elit PDIP bisa menggugurkan keinginan Jokowi untuk memasukkan kembali SMI ke dalam KIK II, maka ini merupakan kabar buruk bagi Jokowi dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Seperti yang dilansir Tribunews.com, Nama Sri Mulyani Indrawati kembali masuk dalam daftar menteri yang kabarnya akan dipakai Jokowi lagi pada kabinet mendatang (periode 2019-2024).
Kabar Sri Mulyani akan jadi menteri lagi diutarakan Buya Syafii Maarif saat menerima Wapres Jusuf Kalla (JK), Kamis (15/8/2019).