Diduga Aparat Kepolisian dan TNI melanggar prosedur penanganan, sehingga dianggap melanggar HAM. Ada standar operasional yang tidak sesuai penerapannya dilapangan, sehingga memancing kemarahan rakyat di Papua, dan Demo Mahasiswa yang anarkis di Manokwari.
Seperti yang diberitakan CNN Indonesia, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua Emanuel Gobay menilai tindakan pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur pada 16 Agustus lalu oleh anggota ormas telah melanggar HAM.
Apalagi keesokan harinya, 17 Agustus, polisi mulai memaksa masuk ke asrama sembari membawa senjata pelontar gas air mata. Lalu, sebanyak 43 mahasiswa di dalamnya pun sempat ditangkap meski saat ini telah dilepaskan oleh kepolisian.
Berdasarkan kronologis peristiwa awalnya, beredar foto tiang bendera Merah putih yang rusak didepan Asrama. Atas hal tersebut sekelompok Ormas mendatangi Asrama Mahasiswa Papua tersebut.
Sementara konon kabarnya, mahasiswa Papua sendiri tidak tahu siapa yang merusak tiang bendera tersebut, yang pada akhirnya timbullah berbagai aksi persekusi yang bersifat sangat rasis dan sangat tidak bisa diterima oleh mahasiswa Papua.
Menurut Gobay, aturan tentang lambang negara sejatinya telah diatur dalam undang-undang. Jika terjadi perusakan, mestinya hal itu dilaporkan ke kepolisian.
"Sedangkan mereka tidak memastikan siapa pelakunya (perusakan) tapi langsung mendatangi asrama mahasiswa dan melakukan tindakan main hakim sendiri," katanya.
Seharusnya aparat keamanan memposisikan diri sesuai dengan standar operasional, tidak melebihi standar tersebut, mencari imformasi siapa yang merusak tiang bendera tersebut. Sentimen kebangsaan lewat tiang bendera tersebut jangan diperlebar, dengan tindakan represif aparat keamanan.
Dengan memaksa masuk dan merusak fasilitas asrama bukanlah cara yang patut dilakukan aparat, karena persoalannya juga bukanlah sesuatu yang mengancam keamanan masyarakat. Justeru apa yang dilakukan aparat keamanan malah membuat Mahasiswa didalam asrama menjadi tidak Aman.
Gobay mendesak pemerintah provinsi Jawa Timur menerbitkan peraturan gubernur tentang jaminan perlindungan Orang Asli Papua (OAP) dari ancaman tindakan rasisme dan kekerasan. Tindakan para aparat dan ormas itu dinilai telah berlebihan.