Tumpah ruah pendukung Prabowo-Sandi, dalam Kampanye Akbar di Gelora Bung Karno, Minggu, 7 April 2019, membuat Kampanye Prabowo-Sandi benar-benar Akbar. Apakah Kampanye tersebut merupakan 'Grand Design' dari sebuah perhelatan acara keagamaan, sehingga nuansa yang muncul bukanlah Kampanye politik.
Acara yang dimulai dengan sholat Tahajud, Sholat subuh berjama'ah, dilanjutkan dengan bershalawat, juga bermunajat kepada Allah. Secara penggalangan Massa, acara ini terbilang sukses, karena memang pendekatannya lebih kepada acara keagamaan, bukanlah Kampanye politik semata.
Memang sangat luar biasa, karena yang datang dalam acara ini banyaknya jumlah masyarakat menyamai acara-acara yang biasa dilakukan oleh Alumni 212. Sejak tengah malam para pendukung Prabowo-Sandi sudah berada disekitar GBK, bahkan ada yang sampai menginap di Hotel yang terdekat dengan GBK.
Seluruh pendukung Prabowo-Sandi yang hadir di GBK diwajibkan menggunakan warna putih, sesuai dengan anjuran Habib Riziek Shihab untuk memutihkan GBK dan Jakarta. Pemilihan warna ini pun tentunya bagian dari Rencana Besar tersebut, tak pelak lagi Mantan Presiden SBY yang juga merupakan bagian dari Koalisi Indonesia Adil Makmur, juga pendukung pasangan Prabowo-Sandi, melayangkan protesnya lewat surat.
Apa yang mendasari SBY protes, sampai-sampai perlu menuliskan surat secara resmi, kepada para petinggi partainya satu hari sebelum Kampanye Akbar dihelat, karena posisi beliau saat ini masih mendampingi perawatan Bu Ani Yudhoyono di Singapura. Isi surat SBY kurang lebih, menganggap Format Kampanye Akbar tersebut sebagai sesuatu yang tidak lazim.
Tidak lazim yang beliau maksud adalah, Kampanye tersebut terkesan eksklusif, tidak inklusif, terlalu kuat politik identitasnya, sehingga memberikan kesan memecah belah antara pro khilafah dan pro Pancasila, dibangun polarisasi seperti itu, SBY justeru khawatir jika bangsa kita nantinya benar-benar terbelah dalam dua kubu yang akan berhadapan dan bermusuhan selamanya. Klik disini
Grand Design yang terkemas dalam Kampanye tersebut mungkin tidak terlalu dirasakan oleh sebagian besar Tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, bahkan mungkin Prabowo-Sandi sendiri tidak terlalu peduli dengan kemasan tersebut.
Tidak bisa dielakkan, kesan yang muncul kepermukaan adalah semacam Kampanye gerakan pendukung khilafah, dan itu bukan cuma satu dua orang yang menangkap kesan seperti itu. Pembicaraan yang berkembang di media sosial pun demikian.
Dikotomi Pro Pancasila dan Pro khilafah, semakin mengemuka pada akhirnya. Padahal secara terang-terangan, Prabowo sendiri sangat menolak dikaitkan dengan pendukung khilafah, dan bahkan mengaku sangat Nasionalis, apa lagi sebagian besar keluarganya beragama nasrani, tapi tidak bisa dipungkiri, keberadaan HTI dan sekutunya memang bernaung dalam koalisi Indonesia Adil Makmur.