Lihat ke Halaman Asli

Ajinatha

TERVERIFIKASI

Professional

Suku Anak Dalam (SAD) Jambi, Laku Diperdagangkan

Diperbarui: 27 Desember 2018   07:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto : Puan.co

Sudah memasuki Hari ke 16 penulis berada di Kota Jambi, dalam rangka pulang kampung, dan baru hari ini, Rabu, 26/12/18, penulis berkesempatan untuk kongkow dengan teman-teman yang ada di Jambi. Penulis menuju ke sebuah cafe yang terletak di jalan Tempoa II no 21, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi.

Begitu masuk ke area cafe, kebetulan disana sudah hadir Samsul, seorang kontributor Metro TV, yang biasa mengirimkan berbagai liputan peristiwa yang terjadi di Jambi. Ternyata Samsul ini mengetahui banyak hal yang tidak saya ketahui tentang berbagai situasi di Jambi.

Dokumentasi pribadi : Samsul, Ajinatha, Hasudungan

Kami bercerita tentang banyak hal, penulis sangat antusias mendengar ceritanya. Mulai cerita tentang kegiatan penambangan emas ilegal (PETI), di Desa Lubuk Resam, kecamatan Cermin Nan Gedang, dan Kecamatan Batang Asai, di Kabupaten Sarolangun, dimana aktivitas tersebut menurutnya sudah sangat merusak ekosistem, dan sampai sekarang terus berlangsung dengan leluasa.

Samsul juga bercerita tentang Suku Anak Dalam (SAD), di Propinsi Jambi, yang menurutnya sudah menjadi dagangan banyak orang. Banyak yang memanfaatkan SAD untuk berbagai kepentingan, sehingga banyak bantuan dari lembaga Non Government Organization (NGO), bahkan juga dari lembaga bantuan pendanaan Inggris untuk suku terasing. Bantuan tersebut disalurkan lewat LSM dan perseorangan.

Penulis sempat menanyakan, apa sih kepentingan lembaga tersebut memberikan bantuan,? Menurut Samsul, NGO dan lembaga pendanaan Inggris itu memberikan bantuan karena ada yang mengajukan proporsal untuk konservasi SAD, disamping itu juga secara politis ingin menunjukkan bahwa mereka sangat peduli terhadap suku-suku terasing yang ada dibeberapa negara, salah satunya SAD di Jambi.

Namun ironisnya, LSM dan orang perorang yang mengatasnamakan untuk melindungi SAD ini, malah terkesan menjadi Agent dari pemberi bantuan, sehingga SAD sengaja dieksploitasi secara Politik untuk Pencitraan negara pemberi bantuan dimata dunia. Masih menurut Samsul, bagi SAD dalam, mereka sama sekali tidak ingin diubah pola hidupnya oleh berbagai kepentingan dari luar, kalaupun ada SAD yang terkontaminasi oleh pihak luar, itu adalah SAD bagian luar.

SAD luar ini pun sudah banyak yang meninggalkan tradisinya, mereka sudah menggunakan pakaian seperti masyarakat pada umumnya, berbeda dengan SAD bagian dalam, yang tidak terkontaminasi oleh pengaruh dari luar.

Satu hal yang membuat penulis penasaran adalah, ada SAD yang dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk menjadi pengemis, mereka dikordinir oleh orang-orang yang sengaja memeras keringat mereka untuk mengemis di Kota Jambi.

Beberapa Tahun yang lalu, penulis juga pernah berhadapan dengan sebuah LSM yang mengatasnamakan tim advokasi SAD, saat terjadi sengketa dengan PT.Asiatic, dimana saat itu beberapa SAD dan anggota LSM terdampar di Gedung komnas HAM, di Jakarta.

Melihat kondisi itu, penulis dan beberapa kawan, masyarakat Jambi di Jakarta pun mencoba untuk memberikan bantuan alakadarnya, berupa uang untuk menutupi kebutuhan mereka sehari-hari selama di Komnas HAM.

Uniknya lagi, selama ngobrol di cafe Tempoa tersebut, disana pun ada Angkringan SAD. Entah apa motivasi pedagang Angkringan tersebut memanfaatkan SAD sebagai merek dagangnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline