Lihat ke Halaman Asli

Ajinatha

TERVERIFIKASI

Professional

Yenni Wahid Tidak Dukung Prabowo karena Beda "Urat Politik"

Diperbarui: 1 Oktober 2018   01:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto : Okezone.com

Wajar kalau Yenni Wahid dan Gusdurian tidak dukung Prabowo, banyak faktor yang menyebabkannya, yang jelas bukan cuma dalam hal pandangan Politik, atau Platform Politik, tapi juga karena perbedaan "Urat Politik."

Urat Politik kubu Prabowo urat Politik Garis Keras, terlebih didalamnya ada unsur Ikhwanul Muslimin (IM), yang merupakan kendaraan ideologis PKS, terus ada Ormas garis keras semacam HTI dan FPI dan GNPF. Ini adalah kelompok yang sangat tidak bisa menerima Demokrasi dan Pancasila.

Sebagaimana kita ketahui, IM dan HTI adalah kelompok yang sudah tidak lagi diterima diwilayah Timur Tengah. Kelompok garis keras ini adalah kelompok yang memecah belah kerukunan bangsa beberapa negara diwilayah Timur Tengah, sehingga keberadaannya sudah tidak diharapkan lagi diwilayah tersebut.

Kelompok semacam ini jelas bertentangan dengan Urat Politik Yenni Wahid dan Gusdurian, yang sangat menghargai toleransi dan persatuan bangsa, serta Demokrasi. Secara pribadi bisa saja Yenni Wahid dengan Gusduriannya menerima Prabowo, tapi secara koalisi jelas tidak mungkin, karena beda Urat Politik.

Prabowo boleh saja bilang tidak setuju atau tidak mendukung khilafah, tapi bersekutu dengan para pendukung khilafah itu sama halnya mendukung gerakan pengusung khilafah. Kita tidak tahu siapa yang memanfaatkan siapa, tapi yang jelas persekutuan tersebut adalah bentuk simbiosis mutualism.

Urat Politik adalah Ruh  dari sebuah perjuangan Politik yang penuh martabat dan kesantunan. Gerindra mestinya belajar dengan Demokrat yang pernah berkoalisi dengan PKS, tapi Demokrat bisa mendominasi PKS, beda dengan Gerindra yang kehilangan Ruh politiknya Setelah dikuasai PKS.

Meskipun secara Politik terlihat Gerindra menguasai seluruh jabatan Politik dalam koalisi, tapi secara ideologis Gerindra sudah kehilangan Ruh politiknya, Gerindra sudah masuk dalam barisan Politik garis keras yang menjadi kekhasan PKS, yang memainkan isu SARA sebagai alat politiknya.

Lihatlah apa yang dialami oleh PKS saat ini, kondisinya seperti api dalam sekam, diluar terlihat tidak ada apa-apa, tapi didalam sudah terbakar semua.
Seluruh pengurus dan kader Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bali menyatakan mengundurkan diri pada Jumat (28/9/2018).

Disusul lagi dengan kader PKS di Sidoarjo, yang mengundurkan diri secara serentak. Alasan pengunduran dirinya sama, dikarenakan sikap Otoritarian dan Anti Demokrasi dan Pancasila. Yang seperti ini pastinya akan berimbas pada kredibilitas Partai Gerindra pada waktunya.

Hal-hal seperti inilah yang membuat perbedaan Urat Politik Yenni Wahid dan kaum Gusdurian tidak bisa mendukung  Kubu Prabowo. Ini menyangkut hal yang sangat prinsip bagi Yenni Wahid, yang mewarisi amanat persatuan, menjaga toleransi, demokrasi, Pancasila dari Almarhum Gus Dur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline