[caption caption="Gambar : news.okezone.com"][/caption]Jurus tenangnya Jokowi dalam menghadapi perseteruan Tukang Catut terkait perpanjangang kontrak Freeport, adalah caranya untuk terus membaca dan memahami orang-orang yang ada dilingkarannya, juga orang-orang yang ada diluar lingkarannya. Jokowi sangat mewaspadai masuknya para mafia migas kedalam lobi-lobi perpanjangan kontrak Freeport, dan dia tahu persis para mafia tersebut tidak bisa bertindak apapun tanpa ada persetujuannya.
Sikap Jokowi terhadap perpanjangan kontrak Freeport cukup jelas, Freeport bisa diperpanjang kontraknya jika Freeport mau memenuhi persyaratan yang diajukan Pemerintah Indonesia. Pilihannya cuma mau memenuhi persyaratan tersebut atau tidak, jika tidak bisa maka Freeport disuruh angkat kaki dari Indonesia. Namun Sudirman Said punya cara yang lebih halus dalam menjinakkan Freeport.
Berdasarkan pengarahan Presiden Jokowi, solusi apapun yang akan diberikan terhadap Freeport, bukanlah sesuatu yang bersifat mengikat dalam satu perjanjian yang merugikan rakyat Indonesia, yang menambah penderitaan rakyat Indonesia. Memang bukan persoalan mudah, karena menyikapi ketegasan pemerintah Indonesia ini, rupanya Freeport berusaha melakukan negoisasi lewat DPR. Ini yang harus diwaspadai, karena kalau negoisasi lewat DPR sukses dilakukan, maka UU teentang Minerba akan berlaku seperti dimasa lalu.
Beban Masa Lalu
Ada hal yang cukup menguras pemikiran pemerintahan Jokowi terkait Kontrak PT.Freeport Indonesia (PTFI), dimana kontrak kerjasama yang berakhir pada 2021 dan akan dilakukan negoisasi kembali 2 tahun sebelumnya yakni tahun 2019. Tapi apa lacurnya, di era SBY , sudah terlanjur ditanda tangani MOU dimana pemerintah sepaham akan memperpanjang KK menjadi Kontrak Karya dari 2012-2041. jelas ini melanggar UU 4/2009 tentang Minerba dimana era KK dihapus menjadi IUP ( izin usaha penambangan).
Maka di Era Jokowi, MOU dibatalkan dengan alasan tidak sesuai dengan UU. Menghadapi sikap dan ketegasan pemerintah Jokowi, Freeport terus melakukan lobi agar indonesia mematuhi MOU tersebut namun pemerintah Jokowi tetap bersikukuh patuh dengan UU dan aturan yang ada tentang Minerba. Dalam situasi seperti inilah munculnya para Tukang Catut, yang memanfaatkan proses lobi yang cukup rumit bagi Freeport.
Adanya lobi antara Petinggi Freeport dengan Ketua DPR Setya Novanto, secara substansial sebetulnya bukanlah soal minta saham dan sebagainya. Dipermukaan bisa saja yang terjadi seperti itu. Yang dikhawatirkan justeru kalau Freeport menempuh loby lewat DPR agar UU No.4 /2009 dirubah dengan pengecualian terhadap Freeport. Setidaknya perubahan pada pasal 169a yang memberikan tambahan waktu bagi KK mempersiapkan sampai dengan tahun 2041.
Sebagaimana kita ketahui, perubahan UU No.4/2009 masuk daftar agenda Program Legislasi Nasional DPR. Inilah yang perlu diwaspadai dan harus diawasi, karena peran DPR sangat dibutuhkan Freeport untuk menaikkan isu yang bisa mengalihkan perhatian masyarakat terhadap perubahan UU tentang Minerba. Soal mengangkat isu yang populer memang elit DPR jagonya, sebagai masyarakat kita hatus tetap harus mencermatinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H