Lihat ke Halaman Asli

Ajinatha

TERVERIFIKASI

Professional

Kebenaran dari Pikiran yang Salah

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1418100698768656114

[caption id="attachment_358624" align="aligncenter" width="300" caption="Foto : Kreasi Ajinatha"][/caption]


  • Perbuatan baik itu tidak perlu dilihat siapa pelakunya, yang terpenting apa yang telah dilakukan memberikan manfaat, kadang menjadi subjektif ketika tahu pelakunya, meski pun perbuatannya baik, tapi tidak suka sama pelakunya, maka tetap saja perbuatan baiknya dianggap tidak baik


Menghargai perbuatan baik sangatlah dibutuhkan kearifan dan jiwa besar, karena penjahat sekali pun masih memiliki sisi baik dan bisa saja berbuat kebaikan, apalagi orang-orang yang memiliki jejak rekam baik. Tapi sayangnya, sejak Pilpres 2014 sampai sekarang, terlalu banyak isu negatif yang bertebaran di sosial media, sehingga seakan-akan tidak ada lagi perbuatan baik dimuka bumi ini, yang anehnya lagi perbuatan yang tidak baik oleh sekelompok massa malah dibela, hanya atas dasar kesamaan agama.

Sebaliknya orang-orang yang malah ingin berbuat kebaikan untuk kepentingan orang banyak dihujat dan dicela, semua hanya dikarenakan melihat siapa orangnya, bukan apa niat dan perbuatan baik yang akan dia lakukan. Rasa kebencian lebih mengemuka dibandingkan kesukaaan, padahal kebaikan itu bisa dilakukan oleh siapa saja, bukanlah karena suku, agama dan ras.

Perbuatan baik itu menjadi subjektif, ketika kita lebih melihat siapa yang melakukannya, seharusnya kalaupun kita tidak suka terhadap orangnya, bukan berarti kita pun harus mengabaikan kebaikan yang dilakukannya, apalagi jika niat dan perbuatan baiknya tersebut untuk kepentingan orang banyak. Sangat bijak kalau melihat yang demikian itu kita mempertanyakan pada diri kita sendiri, apakah kita mampu melakukan hal yang sama, seperti yang dilakukannya.

Lihatlah perang hujatan disosial media saat ini sudah sangat memprihatinkan, sudah tidak mengenal batas dan norma agama. Semua hanya dikarena keberpihakan dan rasa simpati kepada tokoh dan kelompok yang didukung, sehingga yang dibela pun seperti sudah diyakini sebagai mewakili kebenaran yang sesungguhnya, dan pihak lawan meski pun melakukan kebenaran dan perbuatan baik, tetap saja dianggap melakukan kesalahan.

Apa susahnya menganggap perbuatan baik sebagai sebuah kebaikan, bukankah hal tersebut berdampak baik bagi diri kita sendiri, sehingga kita mampu mengelola mana pikiran yang negatif dan mana pikiran yang positif, dan kebaikan lain yang bisa didapat, setiap hari, setiap waktu, pikiran kita tidak melulu diisi dengan pikiran negatif. Kalau kepala dan pikiran hanya diisi dengan hal-hal yang negatif, lambat laun akan mengidap penyakit hati yang akut, kalau sudah begitu akan sulit untuk disembuhkan.

Mengapresiasi hasil perbuatan baik orang lain itu adalah kerendahan hati, dan itu tandanya kita memiliki hati yang sehat, kalau hati sehat maka pikiran-pikiran bijak pun senantiasa akan mengisi ruang kepala. Sebaliknya sikap yang senantiasa mencela, hanya akan mengotori rongga kepala.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline