[caption id="attachment_361413" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber foto : www.tempo.co"][/caption]
Beberapa kali penulis mencoba membuat Resensi Pameran Seni Lukis, baik sewaktu di Jambi mau pun di Jakarta, penulis berusaha menempatkan diri sebagai mediator, yang menjembatani antara penikmat karya seni lukis dan karya lukis yang dipamerkan. Berusaha untuk tidak menempatkan diri sebagai seorang "Kritikus Seni," karena memang kata Kritik itu terkesan sangat ekstrim, dan menghakimi, padahal seharusnya tidak seorang pun berhak mengkritisi karya seni.
Seorang Sapardi Djoko Damono mengatakan saat membuka Pameran Seni Lukis Cat Air, "Pleasure" di Taman Ismail Marzuki (TIM) yang baru lalu,
"Karya lukis itu bukanlah sesuatu yang harus difahami, tapi harus dihayati," baginya melihat karya lukis seperti berdialog dengan karya lukis tersebut, itu pun kalau ada diantara karya yang diamatinya memang mengajaknya untuk berdialog.
Bisa dipahami apa yang dikatakan Sapardi diatas, begitu agungnya sebuah karya seni, memang tidak untuk dinikmati oleh setiap orang, tapi bagi yang mampu menikmatinya, karya seni, khususnya seni lukis (dalam konteks pernyataan Sapardi), akan mengajak berdialog penikmatnya. Buruk atau bagusnya sebuah penciptaan karya lukis, akan dinikmati secara berbeda bagi masing-masing penikmatnya. Disinilah perannya pengamat seni, untuk menjembataninya.
Ketika sesorang melihat karya lukis, yang pertama sekali ada dalam benaknya adalah "Keindahan," keindahan itu pulalah yang akan menjadi tolok ukur penilaiannya terhadap sebuah karya lukis. Padahal keindahan itu sendiri sangatlah subjektif, keindahan dalam pandangan si A, belum tentu sama dengan Si B, juga dengan si C dan si D, karena sangat tergantung seberapa besar pengalaman Estetik yang mengendap didalam memori ingatannya.
Pada karya lukis Realistis dan Naturalis, keindahan akan dinilai dari kekuatan visualisasi realistik, apa yang dilukiskan mendekati bayangan kenyataan, semakin mirip dengan kenyataan, maka akan semakin indah dinilai, padahal bukan hanya itu saja yang patut menjadi penilaian, pemilihan sudut pandang objek lukisan pun akan sangat menentukan keindahan secara global, juga orisinilitas ide lukisan tersebut. Seperti lukisan Naturalis karya Masterpiece Pelukis Indonesia, Basuki Abdullah dibawah ini.
[caption id="attachment_361411" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber lukisan :www.pinterest.com"]
[/caption]
Lukisan seperti diatas sangatlah mudah untuk dilihat secara umum, baik dari segi objek lukisannya, maupun visualisasinya yang sangat jelas mudah dilihat dan dihayati. Pada masanya, karya Basuki Abdullah sangatlah disukai, karena tidak perlu berpikir keras untuk menghayati keindahan yang terkandung didalamnya, keindahan yang ditampilkan pun bersifat sangat universal, sehingga mudah untuk dihayati oleh semua orang.
Lalu pada karya lukis kontemporer (non realistik), tidak semua orang bisa melihat sisi keindahannya, terutama bagi orang yang awam terhadap karya yang sejenis ini, disinilah peranan pengamat seni rupa memberikan ulasan pengamatan, untuk memberikan kejelasan kepada para penikmat karya lukis sejenis ini, supaya ketika mereka menikmati karya lukis kontemporer, mereka sudah mempunyai acuan untuk menikmatinya.
[caption id="attachment_361412" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber : arifhidayat69.blogspot.com"]
[/caption]