Lihat ke Halaman Asli

Aji Muhammad Iqbal

Writer, Researcher, Nahdliyyien

Wakil Rakyat, Ya untuk Rakyat

Diperbarui: 4 Mei 2020   02:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi

Ada sebuah pertanyaan mendasar, bagaimana latar belakang lembaga legislatif didirikan? Jika tidak ada gunanya, mengapa tidak dibubarkan saja? Jawabannya ditemukan pada buku Marginalia karya Fauz Noor, seorang intelektual muda asal Tasikmalaya. 

Kang Fauz, dalam esainya yang berjudul Parlemen itu menceritakan kondisi Raja Inggris yang memerintah tanpa ada hati nurani dan belas kasihan kepada rakyatnya. 

Ia memaksa agar rakyat dapat membayar pajak sesuai dengan kebijakan yang ditentukan oleh raja. Namun kondisi itu tidak membuat para rakyatnya diam. Sekelompok orang yaitu para Baron dan Ksatria yang mengatas namakan wakil rakyat, siap berkorban nyawa mengatasi keserakahan raja Edward III yang mengepung kota Calais memaksa rakyatnya untuk membayar pajak. 

Namun nahas, perlawanan itu tidak membuahkan hasil. Setelah raja Edward III mati, digantikan oleh Raja Edward IV, ini masa dimana para wakil rakyat itu menemukan titik terang. 

Keinginannya agar raja tidak mengambil pajak dari rakyatnya itu tercapai. Seiring berjalannya waktu, perjuangan sekelompok orang yang mengatasnamakan wakil rakyat itu bergeser pada arah kebijakan raja. Agar raja tidak memerintah sekehendak hatinya, lalu dibuatlah sebuah produk hukum oleh wakil rakyat.

Jika mencermati sejarah tersebut, setidaknya kita perlu mengapresiasi atas semangat para wakil rakyat terdahulu yang berjuang demi kepentingan rakyatnya. Namun, walaupun sejarah itu telah usai, setidaknya ini menjadi acuan untuk bagaimana para anggota legislatif masa kini berjuang diatas kehendak rakyat.

Masa kini, sudah menjadi hal lumrah memang. Gedung tempat kegaduhan orang-orang wakil rakyat itu sepertihalnya sekolah SD. Didalamnya terdapat siswa dengan latar belakang keinginan yang beragam. 

Ada yang rajin mendengarkan saja,ada yang rajin bertanya, ada yang rajin ngoceh sana sini, ada yang suka jalan-jalan, ada yang sering tidur di dalam kelas, bahkan ada yang sering absen dengan berbagai alasan. 

Perumpamaan itu mestinya tidak demikian. Pola pikir wakil rakyat terhormat dengan anak SD itu sangat jauh berbeda, ibarat kata jauh tanggah ka langit. Mestinya, anggota legislatif itu sadar akan tugas, pokok dan fungsinya sebagai wakil rakyat, yang keberadaannya sangat diperlukan dalam upaya keberlangsungan roda pemerintahan yang baik.

Proses keinginan menjadi wakil rakyat, tidaklah mudah. Bahasa kasarnya perlu ongkos yang mahal. Tidak cukup hanya satu sampai lima juta yang habis hanya untuk membeli rokok dan kopi menjelang pemilu. 

Bahkan untuk mengambil simpati masyarakat agar menjadi wakil rakyat saja zaman sekarang pun harus kerja ekstra keras, konsolidasi tiap hari, lobi sana sini,silaturrahim ke kyai, komunikasi tak berhenti, ah pokoknya mahal dan susah jadi wakil rakyat itu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline