Lihat ke Halaman Asli

The End Of Tiki-taka, Revive Of “Real” Football

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Hampir tepat sebelas tahun yang lalu (Piala Dunia 2002) beberapa orang mungkin mengingat bagaimana italia tersingkir secara tragis oleh korea selatan. Tetapi bukan kekalahan italia yang menyesakkan buat saya, melainkan kekalahan spanyol di perdelapan final oleh lawan yang sama dengan yang mengalahkan italia. Yupz saya memang penggemar spanyol (bersama braziltentunya).

Dua turnamen besar (piala eropa 2004 dan piala dunia 2006) berikutnyapun berakhir sama, “spesialis babak kualifikasi” itulah “ejekan” yang sering diterima tim spanyol. Bermain trengginas di babak kualifikasi, namun melempem di babak penyisihan. Padahalpermainan mereka sangat meyakinkan dan enak dilihat, saya masih ingat bagaimana duet madrid raul-morientes didepan dan poros madrid (ivan helguera, Fernando-hierro) dibelakang menjadi tumpuan spanyol. Tidak lupa pula saya mengingat tangisan morientes dan casillas.

Namun di gelaran “turnamen besar” berikutnya semua berakhir, spanyol menjuarai piala eropa 2008 dengan “indah”. Saat itu pula orang mulai mengenal tiki-taka. Gaya sepakbola yang mengandalkan umpan datar dari kaki ke kaki yang didasari filosofi total football ala belanda dan dimodifikasi dengan dengan sedikit teknik bermain futsal.

Sampai disini kita patut berterimakasih kepada spanyol, karena mereka telah mengembalikan lagi bola ke “tanah”, umpan-umpan datar seperti ini sudah lama tidak kita lihat, tertutup oleh umpan-umpan panjang dan lambung dan lebih mengandalkan fisik striker seperti yang selama ini dipraktekkan banyak tim.

Prancis mempraktekkan pola 4-4-2 diamond saat menjuarai piala dunia 1998 dan piala eropa 2000. Italia kemudian memodifikasinya dengan 4-4-2 flat atau 4-3-1-2 (formasi pohon natal) saat menjuarai piala dunia. Kemudian spanyol memperkenalkan 4-2-3-1 baik dengan striker maupun false nine (tanpa striker).

Yupz permainan mereka yang mengandalkan positioning dan umpan-umpan cepat memang telah menyihir kita semua. Maka banyak pula yangmengatakan pada akhirnya sepakbola indah berkuasa lagi, sepakbola indah = sepakbola menyerang.

Namun ada satu yang kita lupakan, satu hal yang saya rasa kurang. Memang permainan umpan cepat dari kaki ke kaki itu indah namun secara tidak langsung telah menghilangkan bagian penting dari sepakbola, yaitu “atraksi” drible bola. Coba kita renungkan kenapa pele,maradona, Ronaldo, zidane, figo, rivaldo, Ronaldinho, c.ronaldo, dan messi menjadi pemain terbaik dunia? Bukannya sneijder, pirlo, xavi, ataupun scholes? Karena meraka (yang saya sebut pertama) adalah para “maestro-maestro” drible bola. Bukankah kita menggemari mereka karena cara mereka membawa bola meliuk-liukkannya diantara pemain lawan? Itu yang kita tidak dapatkan dari spanyol, sejauh ini pemain yang paling banyak mendrible di spanyol paling hanya iniesta ataupun david silva, itupun buat saya atraksi mereka masih “kurang” dibanding pemain-pemain brazil. Barcelona memang mempraktekkan tiki-taka namun mereka tetap saja akan kesulitan jika tidak ada lionel messi didalamnya (jika tidak percaya silahkan googling persentase kemenangan Barcelona tanpa messi).

Dan brazil di piala konfederasi kali ini telah mengembalikan esensi dari sepakbola. Mari kita lihat bagaimana dari dua bek sayap (marcelo dan Daniel alves) punya kemampuan dribel yang sama mumpuni, beralih ke lini tengah Oscar dan paulinho pun punya dribel yang tidak kalah menawan, di lini depan kita lihat bagaimana neymar dan hulk memporak-porandakan lini belakang spanyol (bahkan sampai pemain sekelas gerard pique dikenakan kartu merah!). Tentunya kemampuan ini mempermudah tugas david luiz+thiago silva + luis Gustavo dalam bertahan, ataupun sangat-sangat membantu fred/jo sebagai target man. Rasa deg-degan ketika sedikit demi sedikit pemain lawan dilewati oleh striker, atraksi ala Ronaldo, messi atau neymar itu yang tidak sadar membangkitkan adrenaline kita (bukankah hal tersebut yang disenangi kaum pria selain adrenaline karena automotif maupun petualangan fisik)

Saya tidak akan pernah melupakan bagaimana spanyol merajai dunia dengan permainan tiki-taka mereka. Dan mereka masih punya kesempatan sangat besar di brazil 2014 nanti. Namun saya juga tidak sabar menanti brazil ataupun tim-tim lain (bisa jadi spanyol) yang akan memperagakan sepakbola menyerang dengan presentase dribel tinggi. Yang akan mengembalikan lagi esensi sepakbola, alasan kita semua mencintai sepakbola, sebagai olahraga mendribel bola.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline