Jika ada pertanyaan sederhana: siapa pemilik bumi ini? Maka banyak yang menjawab bumi adalah milik Tuhan Yang Maha Esa. Namun, tidak salah jika ada yang menjawab bumi adalah milik manusia. Semua tergantung dari sudut pandang mana kita berfikir. Bumi merupakan tempat hidup manusia, dan manusia ada di muka bumi ini bukan tanpa fungsi. Manusia diciptakan saling bergantung dan saling membutuhkan khususnya dalam menjalani kehidupan.
Tuhan memberikan akal dan pikiran bagi manusia agar bumi menjadi lingkungan hidup yang bermanfaat, agar dapat menggunakan haknya terhadap bumi dan bukan memilikinya. Perlu kita sadari bahwa manusia bukan merupakan satu-satunya makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. Oleh karena itu, menjaga kelestarian lingkungan hidup merupakan bagian dari akhlak mulia kita sebagai manusia yang harus diterapkan di tengah-tengah kehidupan.
Islam sebagai agama yang Rahmatan lil 'alamin memerintahkan umat manusia untuk menjaga dan memelihara bumi. Tujuannya adalah agar bumi tidak rusak dan semua makhluk dapat hidup sejahtera. Salah satu penyebab utama yang bisa menyebabkan kerusakan lingkungan adalah kurangnya kepedulian masyarakat sendiri terhadap lingkungannya.
Allah berfirman "Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" (Q.S. Ar Rum:41).
Ada banyak cara yang bisa kita lakukan sebagai umat islam untuk menyelamatkan bumi ini dari kerusakan. Hal tersebut dapat kita mulai dari skala yang kecil, yaitu contohnya menjaga lingkungan Masjid. Masjid selain sebagai tempat beribadah juga merupakan tempat berbagai aktivitas umat muslim. Sebagian orang mungkin menganggap menjaga dan merawat lingkungan masjid adalah tanggung jawab seorang takmir atau marbot. Namun, membersihkan dan memakmurkan masjid merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
Allah berfirman "Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah, maka merekalah yang termasuk golongan orang-orang yang selalu mendapat petunjuk (dari Allah Ta'ala)" (Q.S. At Taubah: 18).
Dalam ayat tersebut, Allah SWT menegaskan bahwa orang-orang yang memakmurkan masjid dan mendirikan sholat adalah orang-orang beriman. Namun, apakah kita sebagai umat islam sudah melakukan hal tersebut? Shalat adalah wajib hukumnya. Beberapa hadist dan ayat juga telah mengatakan keutamaan shalat di masjid. Namun, apakah kita sudah benar-benar menjadi orang yang beriman ketika kita shalat dimasjid? Faktanya, masih banyak orang yang kurang sadar bahwa mereka masih belum memakmurkan masjid meskipun sudah shalat di masjid. Salah satu contohnya adalah karena melakukan wudhu secara berlebihan. Kesadaran tentang hemat air merupakan upaya pelestarian lingkungan untuk mengamankan sumber-sumber air tanah yang ada.
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat maka basuhlah mukamu, kedua tanganmu sampai siku dan sapulah kepalamu serta basuhlah kedua kakimu sampai mata kaki." (Q.S. Al Maidah : 6).
Wudhu merupakan salah satu syarat sahnya shalat. Banyak dari kita yang berwudhu dengan menggunakan air secara berlebihan. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk pemborosan, dan berujung pada eksploitasi air. Akibatnya, dalam jangka panjang kelangkaan air menjadi suatu ancaman bagi masyarakat Indonesia yang didominasi oleh umat muslim. Padahal kebutuhan akan air bersih sangat penting terutama untuk bersuci.
Menurut Al Mamun et al. (2014), catatan sejarah Islam menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW berwudhu menggunakan satu "Mudd" air (Hadits dari Bukhari dan Muslim) yang setara dengan sekitar 0,544 L air. Di zaman modern ini, sebagian besar masjid memiliki air ledeng untuk wudhu. Namun, orang-orang jarang menutup keran saat tangan sibuk mencuci bagian-bagian tubuh. Hal tersebut terjadi karena menutup keran setiap setelah mencuci bagian tubuh terasa tidak nyaman. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sekitar setengah dari air keran mengalir langsung ke saluran pembuangan padahal tidak terkena anggota tubuh.
Pemborosan semacam itu dapat dihindari dengan berbagai macam cara. Seperti himbauan pentingnya hemat air di tempat wudhu, atau menggunakan air dari wadah dan ember seperti yang banyak digunakan di pondok-pondok pesantren. Beberapa masjid juga telah memilik kran hemat air, baik yang sederhana maupun dengan teknologi canggih. Hal-hal seperti itu sebenarnya sudah cukup mendukung gerakan pelestarian lingkungan, khususnya konservasi air di lingkungan masjid. Namun, pernahkah kita berifikir untuk menggunakan air limbah wudhu menjadi sesuatu yang bermanfaat? Bahkan diolah untuk dijadikan air wudhu kembali.