Semarah-marahnya Jokowi, yang terlihat marahnya tidak seberapa, itulah makanya Menteri Kabinetnya menganggap semua biasa-biasa saja. Padahal kalau difahami, marahnya Jokowi itu, marahnya orang Jawa, dari Solo pula.
Dalam tayang sebuah video, pada Rapat Terbatas (Ratas) Tatap Muka Kabinet, yang digelar di Istana Bogor (18/6/2020), dihadapan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, dan beberapa Menteri Kabonet, Jokowi terlihat sangat 'geram', melihat pola kerja para Menteri, yang dianggapnya biasa-biasa saja.
Bukan baru kali ini Jokowi marah, tapi rupanya marah atau tidaknya Jokowi, dianggap para menterinya biasa-biasa saja. Menunggu Jokowi marah seperti apa Menteri kabinet, agar bisa kerja tidak biasa-biasa saja?
Performa Kabinet Jokowi-Ma'ruf, merupakan refleksi kinerja para Menterinya. Pada periode kedua ini rupanya Jokowi harus mengevaluasi kinerja para Menteri Kabinetnya, karena di tengah pandemi, sebagian besar Menteri Jokowi tidak kelihatan 'batang hidungnya'.
Jokowi mengingatkan para Menteri, situasi yang sedang dihadapi sekarang ini extraordinary, beliau menekankan, cara kerja para Menteri pun harus ekstra, tidak biasa-biasa saja. Yang lucunya lagi, Kementerian Kesehatan memegang anggaran 75 triliun, tapi baru dibelanjakan 1,3 persennya.
Beliau mengingatkan Menteri Kesehatan, Terawan dalam soal ini, karena kementeriannya masih banyak PR yang belum diselesaikan. Jokowi meminta pada Terawan agar segera membelanjakan anggaran, yang perlu dibayar segera tidak perlu ditunda.
Sebetulnya, Menkes bukanlah sasaran tembak Jokowi, beliau butuh side effect dari tegurannya tersebut kepada Menteri-menteri lainnya, yang masih mendekap anggaran, dan belum membelanjakannya.
Kok Presiden jadi seperti mengajarkan cara kerja pada para menterinya? Padahal proses perekrutan para menteri di jajaran Kabinetnya, adalah pilihannya sendiri. Memang ada juga yang merupakan pilihan dari partai koalisi pendukungnya.
Warning yang diberikan Jokowi dalam Ratas tersebut, memberikan sinyal akan ada reshuffle Kabinet, juga pembubaran instansi yang dianggap tidak lagi efektif. Menteri yang merasa kinerjanya belum maksimal, siap-siap saja kena reshuffle.
Hanya ada beberapa Menteri yang terlihat benar-benar bekerja di masa Pandemi, selebihnya seperti orang bingung yang tidak mengerti harus melakukan apa. Selevel Menteri, harusnya sudah bisa bekerja sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan.