Lihat ke Halaman Asli

Aji NajiullahThaib

Pekerja Seni

SBY dan Idiom "Air Laut Siape yang Asinin"

Diperbarui: 30 Mei 2020   14:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Merdeka.com

Kalau orang betawi bilang, bagi orang-orang yang cenderung menyanjung diri sendiri itu dibilang 'air laut siape yang asinin'. Idiom itu tergambar dalam pernyataan SBY, yang mengatakan, "dulu saya memimpin kurang apa?

Pernyataan ini sepertinya membandingkan apa yang dialaminya selama memimpin, dibandingkan dengan yang dialami Jokowi, dalam menghadapi kritik, dan hujatan masyarakat, apa yang dihadapinya jauh lebih berat dibandingkan Jokowi. Kira-kira begitulah maksud pertanyaannya.

Bukan sebuah pertanyaan yang perlu dijawab sebetulnya, karena pertanyaan tersebut merupakan rangkaian dari sebuah pernyataan, yang lebih kepada ingin mengatakan SBY sudah melewati fase yang lebih sulit, namun stabilitas pemerintahannya tetap terjaga, dan pertumbuhan ekonomi tertap 6 persen. Seperti yang dilansir Wartaekonomi.com,

"Dulu saya memimpin kurang apa, dikritik, dihujat, tapi pemerintah saya tidak jatuh, ekonomi tetap 6 persen, demokrasi hidup, saya selesai alhamdulillah tepat pada waktunya. Jadi menurut saya, ini pelajaran yang perlu diambil oleh kita semua," katanya.

Tapi memang ukuran kritik terhadap sebuah pemerintahan, bukan semata menyangkut hal yang kurang atau berlebihan saja, karena sifatnya subjektif, kadang yang sudah benar pun dianggap tidak benar, dan yang gak bagus pun dianggap bagus.

Semua tergantung siapa yang memberikan kritik, seperti apa posisinya saat sedang menyampaikan kritik, kalau oposan pemerintah jelas akan cenderung subjektif, mungkin berbeda kalau yang memberikan penilaian adalah seorang pengamat.

Secara pribadi boleh saja SBY mengatakan apa yang dialaminya saat menjadi Presiden, lebih berat daripada Jokowi, begitu juga soal kritik dan hujatan yang dialaminya, karena beliau melihat dari sudut pandang pribadinya.

Jokowi juga bisa bilang bahwa, caci-maki, kritik dan penghinaan terhadap dirinya lebih sadis dari yang diterima SBY. Namun tetap saja masyarakat yang akan lebih objektif memberikan penilaian terhadap pernyataan keduanya.

Sayangnya sampai saat ini Jokowi belum berkeluh kesah dan mengemukakan seperti apa yang dikemukakan SBY, cukup dia telan sendiri penderitaannya, Jokowi sangat menyadari bahwa semua itu bagian dari konsekwensi menjadi seorang pemimpin.

Kalau kritik terhadap sebuah kebijakan tentunya wajar saja, dan tidak mungkin SBY atau pun Jokowi tidak bisa menerima kritik. Bahkan penghinaan secara fisik pun keduanya sama-sama mengalami. Dan hal seperti itu adalah hal yang biasa, dan pasti dialami oleh seorang pemimpin.

Nabi sendiri sering menghadapi hal seperti itu, bahkan sampai diludahi wajahnya dan dilempari kotoran tubuhnya, namun Nabi menganggap ituw adalah bagian dari ujian yang harus dihadapi, tanpa perlu mengeluhkannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline