Ada tiga hal pokok yang menjadi landasan yang utama dalam membangun karakter bangsa, seperti yang saya kutip dari Berdikarionline.com, merupakan modal dasar yang sangat penting, yakni; investasi keterampilan manusia (human skill investment), investasi material (material investment), dan investasi mental (mental investment).
Pertama, Investasi ketrampilan manusia (human skill investment), adalah menyangkut sumber daya manusia, knowledge, yang tidak cuma soal penguasaan ilmu, tapi juga penyiapan prasarana sekolah tekhnik, dan menyekolahkan anak bangsa lewat beasiswa ke mancanegara, agar bangsa menguasai tekhnologi secara mumpuni.
Kedua, Investasi Material (material investment), kesiapan secara material ini pun sangat diperlukan, seperti semen, baja, besi, aluminium dan lain-lain. Makanya industri ini jauh-jauh hari sudah disiapkan, untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.
Karena itu, pada masa Bung Karno dibangun industri baja Trikora di Cilegon. Kelak, industri baja ini beranama PT. Krakatau Steel. Dibangun pula industri semen di Padang (Sumatera Barat), di Gresik (Jatim) dan di Tonasa (Sulsel).
Tapi pada kenyataannya, adanya industri tersebut tidak membuat negara ini tidak mengimport kebutuhan tersebut dari luar. Padahal cita-cita awalnya agar Indonesia lebih berdikari.
Ketiga, Investasi Mental (mental investment) Pembangunan mental ini bertujuan melahirkan manusia Indonesia baru, yang mental politiknya berdaulat, mental ekonominya berdikari, dan mental kebudayaannya berkepribadian bangsa Indonesia.
Punya sumber daya manusia, punya material, tapi tidak memiliki manusia yang memiliki mental dan moral yang baik, tidaklah berarti apa-apa. Dalam membangun karakter bangsa diperlukan juga SDM yang memiliki akhlak yang baik, menguasai tekhnologi tanpa akhlak yang baik, maka apa yang dihasilkan hanya mendatangkan kemudharatan.
Bung Karno sering berseru-seru "nation and character building". Katanya, keahlian atau pengetahuan teknik, jikalau tak dilandasi jiwa yang besar, tidak akan mungkin mencapai tujuannya. Ilmu pun harus dilandasi oleh sebuah jiwa. Ilmu harus didedikasikan untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat.
Inilah cita-cita Bung Karno terhadap bangsa Indonesia yang belum tercapai, yang dampaknya sangat terasa sampai sampai saat ini. Politik pecah belah membuat bangsa ini rentan menghadapi tantangan zaman. Politik zaman kolonial diadopsi oleh bangsa sendiri.
Tidak memiliki kesadaran atas pentingnya "nation" membuat bangsa ini tidak mengenal kultur bangsanya sendiri, yang sungguhnya menjadi pondasi "character building" yang dicita-citakan.
Ditangan penguasa Orde Baru yang otoritarian, yang cuma berorientasi membangun kroni, demi melegitimasi kekuasaannya, semua itu runtuh tanpa ruh yang tersisa.