Lihat ke Halaman Asli

Aji NajiullahThaib

Pekerja Seni

Media, Semburan Dusta, dan Narasi Pesanan di Tengah Pandemi

Diperbarui: 12 Mei 2020   23:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Pixabay.com

"Ukuran seorang manusia ditentukan dengan apa yang dia lakukan dengan kekuasaan." -- Plato

Inilah era Post Truth dimana fakta tidak lagi terlalu penting, tapi perkataan orang penting sangat mudah dipercaya, meskipun tidak mengandung kebenaran. Media pun tidak lagi perlu mengungkapkan fakta, cukup beropini secara meyakinkan, maka apa yang disampaikan media akan mudah dipercaya.

Jaman wartawan bodrex memang sudah tidak ada, meskipun wartawan seperti itu tetap ada. Begitu juga jurnalis preman, yang dulu bisa hidup dengan mudah cukup dengan arogansinya. Namun ada juga jurnalis "terhormat", yang terpaksa menjual kehormatan dan profesinya, tidak ingin disebut buzzer, tapi bekerja membela yang bayar.

Bisa dibayangkan kalau saja beberapa media mengusung satu narasi yang sama, menyerang kearah titik yang sama, atas dasar pesanan kelompok yang berkepentingan untuk mendelegitimasi sebuah kekuasaan, di tengah masyarakat yang menganggap fakta tidak lagi penting, maka apa yang akan terjadi? 

Koor narasi media dengan tekhnik propaganda Firehose of The Falsehood (semburan dusta), dinarasikan secara berulang-ulang, dan di berbagai media, tanpa memikirkan kebenaran dan kepastian fakta, maka yang tidak benar pun dipercaya sebagai sebuah kebenaran.

Inilah situasi yang sedang terskenario saat ini, sinyalemen adanya kelompok besar, yang merupakan kelompok yang hajat hidupnya terganggu, karena kekuasaan yang ada dianggap tidak bisa diajak untuk berkompromi, sehingga perlu mengorbitkan seorang kandidat baru yang bisa dijadikan boneka.

Media dan kelompok ini sangat mendapat dukungan dari golongan masyarakat yang kandidatnya kalah di kontestasi Pilpres 2019, dan sedang mencari idola baru sebagai bentuk konsistensi sikap, untuk tetap tidak mendukung presiden terpilih.

Golongan masyarakat inilah yang menjadi target media penerima pesanan narasi, juga termasuk golongan masyarakat yang berada pada zona abu-abu.

Sebagai penerima narasi pesanan, media berkewajiban melakukan "semburan dusta", demi efektivitas tekhnik propaganda selama empat tahun kedepan. Apa lagi dimasa pandemi corona menjadi momentum yang tepat untuk membangun serangan.

Di masa pandemi corona banyak celah kesalahan tokoh yang akan diusung bisa dijadikan pembenaran, dan celah kesalahan lawan untuk dibombardir dengan semburan dusta, sebagai sebuah proses delegitimasi, menggerus kepercayaan publik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline