Lihat ke Halaman Asli

Aji NajiullahThaib

Pekerja Seni

Potensi Penyalahgunaan Anggaran Penanganan Covid-19

Diperbarui: 14 April 2020   08:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: CNN Indonesia.com

Pemerintah menggelontorkan anggaran sebesar 405,1 triliun untuk penanggulangan penyebaran Covid-19. Alokasi anggaran yang sedemikian besar kalau tidak diwaspadai penyalahgunaannya, maka apa yang ingin dicapai tidak akan efektif dan tepat sasaran.

Dalam kondisi yang normal saja masih bisa terjadi penyelewengan, apa lagi dalam kondisi darurat bencana. Dari alokasi anggaran yang terbilang Jumbo ini, Rp 75 triliun akan dipakai untuk keperluan sektor kesehatan, untuk alat pelindung diri (APD) tenaga medis dan kesehatan, obat-obatan, serta perlengkapan lainnya. (Sumber)

Dari pengadaan alat rapid test kid yang dibagikan kesetiap daerah, belumlah teruji akurasinya, dan seperti apa disitribusi dan penggunaannya. Lobi-lobi pengusaha yang dekat dengan pemguasa dilingkaran kekuasaan, akan sangat rawan menggoda para pengambil kebijakan. Yang lebih rawan lagi, jika pengawasan dalam distribusi alat kesehatan dan APD dilapangan, sangat mudah untuk diperjual-belikan, karena ini menyangkut moral hazard aparatur dilapangan.

Dalam situasi darurat dan krisis saat ini, membuka peluang dan menggoda oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, untuk menyalah-gunakan wewenangnya. Anggaran yang sebegitu besar kalau tidak dicermati penggunaannya dilapangan, akan sangat rentan untuk diselewengkan.

Dalam kondisi seperti sekarang ini, pemerintah menyalurkan bantuan kepada masyarakat yang kurang mampu. Pos ini mendapatkan alokasi anggaran sekitar 110 triliun, yang akan dibagi-bagikan kesetiap daerah. Anggaran ini sangat mungkin terjadi penyelewengan dalam penyalurannya, mengingat penyalurannya bersifat berjenjang, mulai dari Pemerintah pusat, ke kementrian Sosial, sampai ke pemerintah daerah.

Di pemerintah daerah sendiri akan berjenjang lagi, dari kabupaten, kecamatan, sampai ke RT/RW. Nilai anggaran yang diperuntukkan sebagai bantuan sosial bagi masyarakat, kalau tidak secara transparan nilainya, pada serial jenjang akan terjadi pengurangan. Bisa jadi ketika sampai di tangan masyarakat yang berhak, nilainya sudah jauh berkurang.

Sistem penyaluran bantuan ini kalau tidak dicermati, tidak diperhitungkan seaman mungkin, agar sampai ke masyarakat tidak berkurang nilainya, maka bantuan sosial bagi masyarakat yang tidak mampu, menjadi tidak efektif. Yang menkmati bantuan sosial tersebut bukanlah masyarakat yang membutuhkan, tapi malah oknum-oknum yang mengambil kesempatan ditengah kesempitan masyarakat.

Untuk Pemprov DKI Jakarta sendiri, pemerintah pusat memberikan bantuan sebesar 25 triliun, yang diperuntukkan bagi 2,5 juta jiwa pekerja informal. Itu artinya, setiap orang akan mendapatkan bantuan senilai Rp 1 juta per-orang, apakah realisasinya memang demikian?

Sebagaimana kita ketahui, saat ini pemprov DKI Jakarta sudah membagikan bantuan sosial, berupa packet sembako senilai Rp 149.500,- per-minggu untuk satu KK. Jadi dalam satu bulan akan menerima Rp 149.500,- x 4 = Rp 598.000,-. 

Dilansir Tirto.id, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui PD Pasar Jaya memberikan bantuan sembako kepada warga miskin dan rentan miskin ibu kota. Bantuan sembako tersebut: Beras 5 kilogram; Sarden/Kornet 350 gram; Snack 300 gram; Minyak Goreng 0,9 liter-1,0 liter; Sabun Mandi 190 gram; dan Masker kain 2 pics.

“Total paket seharga Rp149.500 per paket. Sudah termasuk delivery sampai ke warga plus packing dan upah," kata Kepala Divisi Perkulakan, Retail, dan Distribusi kepada wartawan, Sabtu (11/4/2020).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline