Sebetulnya semua hal kalau cuma yang dilihat sisi negatifnya saja, maka yang mengemuka ke publik ya semua hal yang negatif, tapi coba kalau mau melihat sisi positifnya, maka yang akan mengemuka di publik pastilah hal-hal yang postif.
Begitu juga dengan RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law, yang menjadi pembicaraan publik lebih banyak sentimen negatifnya tenimbang hal-hal yang positifnya. Namanya juga baru rancangan, tentunya masih berpeluang untuk diperbaiki sebelum disahkan sebagai Undang-undang, disinilah diperlukannya peranan dan masukan dari berbagai pihak.
Yang jelas, urgensinya pemerintah menyiapkan RUU Cipta Kerja, pastinya untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarkat, untuk meningkatkan investasi. Tanpa adanya investasi, tentunya tidak akan terbuka lapangan pekerjaan, untuk mengamankan dan mensejahterakan pekerja, maka dibuatlah RUU Cipta Kerja.
Perubahan dan perbaikan undang-undang yang menyangkut ketenagaa-kerjaan, sangatlah dibutuhkan, karena dengan adanya RUU Cipta Kerja, tenaga kerja yang tadinya tidak dilindungi keselamatan kerjanya, sekarang lebih dilindungi.
Setiap perubahan, pastinya demi untuk memperbaiki keadaan agar lebih baik, kalau perubahannya tidak kearah lebih baik, barulah RUU Cipta Kerja perlu dipermasalahkan.
Pada kenyataannya, memang RUU Cipta Kerja memperbaiki keadaan yang sebelumnya kurang baik, kalaupun dianggap masih ada kelemahan, itulah perlunya diberikan masukan, agar sebelum disahkan menjadi Undang-undang, benar-benar sudah disepakati semua pihak.
Bagi pekerja kontrak, atau masyarakat yang memperoleh Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), RUU Cipta Kerja adalah "buah manis" yang sangat dibutuhkan, karena merupakan aturan baru bagi pekerja kontrak atau PKWT.
Aturan tersebut mewajibkan pemberi kerja memberikan kompensasi satu bulan gaji pada pekerja kontrak yang telah bekerja selama satu tahun. Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Menurut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, ketentuan ini belum pernah dibuat, dan ia menegaskan pemberi kerja harus mematuhinya. Memang benar apa yang dikatakan Ida Fauziyah, penulis selama 30 tahun bekerja sebagai profesional, dengan posisi pekerja kontrak, belum pernah mendapat kompensasi seperti itu.
"Dengan ada kompensasi yang harus diberikan, yaitu satu tahun bekerja dia berhak mendapatkan kompensasi satu bulan gaji atau upah. Kalau misalnya kontraknya dua tahun dan bisa diperpanjang satu tahun, maka dia berhak mendapatkan tiga bulan gaji atau upahnya," jelas Ida ketika diwawancarai detikcom, di Gedung Transmedia, Jakarta, Jumat (21/2/2020).