Lihat ke Halaman Asli

Aji NajiullahThaib

Pekerja Seni

Kecerdikan Anies Baswedan dan Berbagai Kontroversinya

Diperbarui: 4 Juni 2022   06:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Tempo.co

Salah besar kalau menyematkan Anies Baswedan sebagai 'Gebernur Terbodoh', seperti berbagai tagar yang berseliweran di twitter hampir setiap hari. 

Kenapa saya bilang salah besar, karena pada kenyataannya Anies sangat cerdik dalam menciptakan berbagai kontroversi yang memang sepintas memperlihatkan kelemahannya. Namun, kalau diteliti lebih jauh, justeru terlihat sangat cerdik dalam memanfaatkan situasi.

Seorang Abu Nawas, sepintas memang perilakunya terlihat sangat bodoh dan konyol. Tapi, pada kenyataannya dia selalu berhasil memperdaya orang lain dengan kecerdikannya, begitu juga dengan Anies.

Bagi Anies, berbagai kontroversi yang dilakukannya adalah bagian dari investasi elektoralnya untuk menghadapi Pilpres 2024. Selalu menjadi pembicaraan publik dan media, adalah bagian dari strateginya untuk menaikkan 'branding' sebagai Calon Presiden yang populer. Meskipun saat ini terlihat lebih banyak negatifnya.

Kontroversi soal revitalisasi Monas yang pada awalnya terkesan melanggar aturan, karena tanpa sepengetahuan Setneg. Pada akhirnya Setneg mempersilahkan Pemprov DKI Jakarta melanjutkan revitalisasi Monas, meskipun dengan berbagai catatan.

Kontroversi izin penyelenggaraan Formula E, yang pada awalnya Setneg begitu garang menolak penyelenggaraannya di wilayah Monas, pada akhirnya Setneg juga memberikan izin kepada Anies untuk tetap diadakan diwilayah Monas.

DPRD DKI yang pada awalnya terlihat begitu garang, sekarang pun tidak berkutik menghadapi Anies Baswedan. Selalu ada cara Anies untuk menghadapi orang-orang yang akan menghambat kerjanya. Bagi Anies, biarkan anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu.

Kontroversi soal normalisasi dan naturalisasi kali ciliwung, dengan cerdik Anies bisa melepaskan pelaksanaan proyek penanggulangan banjir Jakarta kepada Pemerintah pusat. Meskipun sepintas terkesan penanggulangan banjir Jakarta diambil alih pemerintah pusat. Tapi secara beban dan tanggung jawab, sangat mengurangi porsi pemprov DKI Jakarta secara tidak langsung.

Dengan mengubah berbagai diksi yang umum dipakai oleh pendahulunya, Anies mengubah imej-nya bukan sebagai pengekor. Kalau rumah susun itu diksi lama, maka Anies cukup mengubahnya menjadi 'rumah lapis', meskipun perwujudannya tetap sama.

Diksi 'menggusur' cukup diubah Anies dengan 'menggeser', agar tidak terkesan ekstrim, meskipun pada eksekusinya tetap sama. Tapi, setidaknya Anies tidak mengekor pendahulunya. Itulah kenapa Anies tidak ingin adanya Normalisasi, karena normalisasi adalah produk pendahulunya, kalau Anies cenderung naturalisasi.

Berbeda dahulu dan menjadi kontroversi, adalah sesuatu yang begitu memiliki nilai tersendiri bagi Anies. Soal bagaimana eksekusinya, itu soal lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline