Lihat ke Halaman Asli

Aji NajiullahThaib

Pekerja Seni

Mata Untuk Aini | Tawanan Waktu

Diperbarui: 29 Januari 2020   16:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: PicsArt - design by Ajinatha

Kalau pun aku tidak bisa bersanding dengannya di dunia, semoga Tuhan menyandingkan aku dengannya di Surga. Kalau pun sekarang aku masih hidup, itu tidak lebih menyambung pengabdiannya kepada Tuhan, dengan kornea mata yang dititipkan kepadaku.

BAB Sebelumnya

BAB VII. TAWANAN WAKTU

Ada satu hal yang aku hargai dari Bimo, selain budi baiknya sama aku selama kami bersama, Bimo sangat menghargai aku sebagai perempuan, dia tidak pernah melecehkan aku. 

Saat kami dirumah cuma berdua, tidak ada keinginannya memanfaakan kesempatan untuk mencium aku atau pun sejenisnya.

Bagi Bimo, kesempatan seperti itu adalah ujian keimanan bagi dia. Justeru itu tantangan terbesar baginya sebagai seorang laki-laki. Padahal, sebagai wanita dewasa aku juga ingin merasakan bagaimana sentuhan seorang lelaki, kadang aku berpikir, jangan-jangan Bimo tergolong manusia yang tidak memiliki nafsu.

Tapi penjelasan Bimo tentang itu sangat melegakan hati, alasannya sangat masuk akal;

"Aini, mas ini lelaki normal yang punya nafsu"

"Tapi kalau mas gagal mengendalikan nafsu, maka kedepan hubungan kita akan rusak karena itu"

"Mas sedang menjalankan amanah, ayah kamu sedang tidak dirumah, jadi mas wajib menjaga kehormatan kamu"

Betapa senangnya hatiku mendengar penjelasan Bimo, karena dugaanku salah. Bimo seperti mendengar apa yang aku katakan didalam hati. Aku jadi berpikir, jangan-jangan Bimo bukan cuma berpikir cara para sufi, tapi Bimo sendiri sudah menjadi seorang sufi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline