Dalam konteks pengabdian, aparatur negara secara otomatis bekerja demi BANGSA dan NEGARA, bukan "atas nama", karena kalau masih atas nama maka akan salah menggunakan fungsi jabatan. Yang terjadi, atas nama bangsa dan negara tapi untuk kepentingan relasi politik pribadi, bisnis, bahkan keuntungan pribadi.
Inilah yang membuat sulitnya menyatukan visi, bekerja dalam satu tim untuk kepentingan bersama. Padahal Persatuan dan Kesatuan adalah landasan pokok dalam membangun sebuah kekuatan negara, tapi ketika kerja sebuah tim dengan membawa visi dan kepentingan masing-masing, maka soliditas dalam konteks persatuan terabaikan.
Saya teringat ketika masa-masa melamar kerja, dimana persyaratan utama yang ditekankan "bisa bekerja dalam tim", itu artinya bekerja dalam kebersamaan, melepaskan ego pribadi demi menjalankan visi dan kepentingan perusahaan. Biasanya yang tidak bisa bekerja dalam tim akan terseleksi secara alami, dia akan keluar dengan sendirinya.
Bekerja atas nama Bangsa dan Negara itu adalah " Komitmen" yang suka atau tidak suka adalah sebuah keharusan, dan bukan cuma mengatasnamakan Bangsa dan Negara, itulah komitmen yang manifestasi dari sebuah adanya rasa nasionalisme, yang mau tidak mau harus sudah tertanam dalam jiwa aparatur negara.
Bekerja demi negara dan bangsa harus bisa melepaskan ego sektoral, patuh terhadap segala ketentuan yang ada, dan konstitusi yang berlaku. Jangan atas nama bangsa dan negara sekadar atas nama, dan dimanfaatkan untuk memanipulasi demi menjalankan visi dan kepentingan pribadi, dengan difasilitasi oleh negara.
Yang seperti ini banyak, dan kita tidak bisa memutup mata melihat yang seperti ini. Hambatan kemajuan bangsa ini salah satu penyebabnya adalah itu.
"Selama rakyat belum mencapai kekuasaan politik atas negeri sendiri, maka sebagian atau syarat-syarat hidupnya baik ekonomi maupun sosial maupun politik diperuntukan bagi yang bukan kepentingannya bahkan bertentangan dengan kepentingannya". [ Soekarno]
Apa yang dikatakan Bung Karno diatas cukup jelas, bahwa kepentingan bersama dikedepankan dan bahkan kepentingan pribadi bertentangan dengan kepentingan besama, demi mencapai kekuasaan politik negeri sendiri. Artinya kepentingan negara dan bangsa lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi.
Ketika negara sedang menghadapi gangguan terhadap kedaulatan, maka yang dikedepankan adalah visi bersama, visi bersama tersebut adalah visi yang dikemukakan Presiden, yang meniadakan visi dan misi menteri.
Artinya sikap pemerintah harus didukung oleh semua aparatur negara, tidak terkecuali seorang Menteri. Tidak ada visi Menteri, bukan berarti menteri tidak lagi perlu berkerja. Kementerian yang terkait dengan masalah kedaulatan wilayah, tetap bekerja sesuai dengan tupoksinya.
Tidak ada lagi Menteri yang mempunyai sikap, visi dan misi sendiri. Menteri harus berdiri dibelakang pemerintah, karena mereka bagian dari pemerintahan.