Senja yang berlabuh menandakan hingar-bingar nyala lampu kota. Disertai rintik hujan yang turun dan kendaraan yang ramai lalu-lalang semakin menambah keramaian suasana kota yang sebagian orang menyebutnya kota kembang.
Ya. Kota tersebut adalah kota bandung, kota yang sangat indah juga menyimpan banyak kejadian sejarah, dan banyak kenangan indah setiap sisi nya terdapat sebuah pesan yang hanya bisa di artikan oleh logika.
Beralih ke salah satu sisi di kursi yang dekat dengan tugu kota, terlihat seorang anak kecil yang menggigil kedinginan karena hujan sore tadi yang sampai malam masih belum berhenti.
Tak henti-hentinya ia berteriak "koran-koran". Dengan nada suara yang agak serak bercampur dengan nada kedinginan menghasilkan suara yang sangat mengiris hati apalagi ketika melihat orangnya yang masih kecil, polos dan tidak tau apa-apa.
Setiaji namanya. Seorang anak yang memakai baju usang sambil memegang surat kabar menggigil. Rupanya ia adalah seorang penjual surat kabar, ditengah gerimis ia tetap menawarkan surat kabar yang berisi berita-berita terbaru.
Surat kabar yang ia pegang belum terjual karena hujan yang tidak berhenti-henti sejak sore sampai malam hari, surat kabar sore yang ia jual terpaksa dijual malam. ia hanya bisa pasrah dan terdiam dengan tatapan kosong.
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, namun hujan pun tak kunjung reda, ia memutuskan untuk pulang tak lupa uang hasil jualan tadi ia belikan beras dan juga ikan asin karena uangnya tidak cukup. Ia pun berjalan pulang menyusuri jalanan kota yang diramaikan oleh banyaknya kendaraan yang lalu lalang.
Sesampainya ia dirumah ia mengetuk pintu sambil mengucapkan salam
"Assalamualaikum",
"Waalaikumsalam, sudah pulang kamu nak", jawab ibunya dengan nada lirih seperti orang sakit
"Bu ini beras sama lauknya, dagangan hari ini cuman sedikit yang dapat terjual karena hujan dari tadi sore", ucap setiaji sambil memberikan keresek hitam.
"Tidak apa-apa nak, yang penting hari ini kita bisa makan. Sekarang cepat bersih-bersih dan istirahat", jawab ibunya.