Lihat ke Halaman Asli

Ajeng Puri Natalia

Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Hukuman Mati Dihapuskan sebagai Perbaikan Hukum Indonesia

Diperbarui: 15 Juni 2023   20:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  https://rakyatmaluku.fajar.co.id/

 

Hukuman mati, sebuah hukuman yang sudah tidak awam lagi bagi seluruh bangsa di muka bumi. Tidak sedikit dari negara-negara yang ada di dunia ini menempatkan hukuman mati sebagai salah satu hukuman yang berlaku di negara mereka, negara apa saja? Cina, Jepang, Korea Utara, Thailand, Arab Saudi, dan Indonesia hingga saat ini serta negara-negara lainnya. Hukuman mati ialah sebuah hukuman terberat bagi seorang terdakwa di suatu negara, secara mudah dipahami, hukuman mati berarti dengan sengaja menghilangkan nyawa sang terdakwa sebagai bentuk pelaksanaan vonis hukuman yang dialaminya. Macam-macam impelementasi dari hukuman mati, salah satunya di Indonesia menurut UU Nomor 02/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Pengadilan Umum dan Militer bahwa hukuman mati di Indonesia dilakukan dengan cara ditembak sampai mati, Selain itu juga tertulis dalam KUHP lama Indonesia yang diadopsi dari Wetboek van Strafrecht (WvS) asal Belanda dalam pasal 11 menyatakan bahwa "Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri." Hingga saat ini menurut hukum positif Indonesia, hukuman mati masih sah untuk dilaksanakan.

Belum lama telah disahkan UU No 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada tanggal 6 Desember 2022 dan akan berlaku sejak tanggal 2 Januari 2026. Ternyata ada sebuah perbedaan yang sangat kontroversial mengenai pemberlakuan hukuman mati di Indonesia. Jika sebelumnya hukuman mati termasuk dalam pidana pokok, menurut pasal 98 KUHP baru dituliskan bahwa pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya tidak pidana dan mengayomi masyarakat, dan dalam pasal 100 dinyatakan bahwa "hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan memperhatikan rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri atau peran terdakwa dalam tindak pidana." Ini berarti bahwa hukum Indonesia berupaya untuk mengurangi pemberlakuan hukuman mati di Indonesia dan memulai untuk lebih mengutamakan mengenai pengayoman bagi terdakwa. Lantas, mana yang lebih baik? KUHP lama ataukah KUHP baru?

https://www.bbc.com/

Sebagai seorang mahasiswa fakultas hukum, saya berada pada posisi kontra untuk pemberlakuan hukuman mati di Indonesia. Semua mahluk hidup di muka bumi ini memiliki sebuah hak yang harus dihormati, dipenuhi, dan dihargai antar sesama, yaitu HAM atau hak asasi manusia. Ada satu hak yang paling mendasar dalam HAM, yaitu hak untuk hidup. Seorang janin dalam kandungan seorang ibu bahkan sudah memiliki hak untuk hidup sehingga tidak boleh dilakukan tindakan aborsi tanpa alasan yang kuat. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa hak untuk hidup adalah hak yang sangat penting bahkan seseorang yang belum dilahirkan pun sudah memiliki hak tersebut. Dalam pemberlakuan hukuman mati mengharuskan negara dengan sengaja untuk merampas nyawa sang terdakwa atau merampas hak hidup sang terdakwa yang berarti menurut saya bahwa pemberlakuan hukuman mati telah melanggar dari keberadaan HAM itu sendiri. Bagaimana bisa sebuah negara melanggar hak dasar rakyat nya? dalam pasal 28I ayat (1) UUD 1945 dituliskan "Hak untuk hidup, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun". Lantas apakah terjadi ketidaksesuaian hukum di Indonesia antara UUD dengan KUHP lama? Mengingat hukum memiliki sebuah asas yaitu Lex Superiori derogate legi Inferiori yang berarti peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya mengalahkan yang tingkatannya lebih rendah bukankah berarti UUD memiliki tingkatan yang lebih tinggi?

Tak sedikit orang berkata "nyawa dari sang terdakwa hukuman mati tidak setimpal dengan kejahatan yang telah ia perbuat" atau bahkan "nyawa dibalas dengan nyawa", saya tidak setuju akan pernyataan tersebut. Pada dasarnya, Hukum Pidana memiliki sebuah fungsi yaitu untuk untuk mendidik orang yang telah melakukan perbuatan pidana agar menjadi orang yang baik dan dapat diterima kembali dalam masyarakat, hal itu termasuk dalam fungsi represif/kekerasan. Jika hukum memutuskan untuk merampas nyawa sang terdakwa, lantas bagaimana dengan pemenuhan fungsi dari hukum pidana dalam fungsi represif itu sendiri? Akankah dengan merampas nyawa dapat menjadikan seorang tersebut diterima kembali dalam masyarakat? Bukankah justru membuat sebuah kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat yaitu sifat pendendam? Apakah fungsi represif dari hukum pidana ini sendiri masih tidak terpenuhi melalui pemberlakuan hukuman mati? Jawaban saya iyalah tentu saja benar.

Selain dari pada dua alasan tersebut, menurut sila pertama dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila menyebutkan "Ketuhanan Yang Maha Esa" saya percaya bahwa semua agama yang ada di Indonesia selalu mengajarkan kasih, salah satunya adalah dengan mengampuni sesama. Hal ini bukan berarti bahwa hukum akan mati jika dibandingkan dengan pernyataan tersebut, agama pun juga mengajarkan bahwa kita harus berbuat seadil-adilnya, namun saya rasa memutuskan nyawa seseorang bukan salah satu dari bentuk keadilan tersebut dan bukan salah satu tugas yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada umat-Nya. Saya percaya bahwa hanya Tuhanlah yang dapat memutuskan kapan seseorang akan meninggal dunia. Para penegak hukum seharusnya bertugas untuk menegakkan keadilan yang tentunya juga akan memberikan pengajaran kepada terdakwa untuk kehidupan yang lebih baik, bukan dengan memutus kesempatan bagi terdakwa untuk memperbaiki diri dan menyesali perbuatannya. Adakah letak 'mengampuni' dalam pemberlakuan hukum mati? Saya rasa tidak.

Dukungan saya terhadap pemberlakuan hukuman mati sebagai hukuman alternatif bukan berarti saya membenarkan adanya kejahatan di muka bumi. Seseorang yang berbuat kejahatan harus mendapatkan sanksi yang setimpal dengan apa yang dia perbuat, namun hal itu juga harus memperhatikan hal hal lain seperti HAM terdakwa sebagai sebuah pertimbangan penting, dan hukuman mati bukanlah jalan keluar terbaik untuk memutus rantai kejahatan, bukan jalan keluar terbaik untuk memenuhi hasrat keadilan yang rancu bagi keluarga korban. Sudah 140 lebih Negara menghapus hukuman mati sebagai salah satu hukuman di negara mereka, ya, karena memang tugas utama dari sebuah negara adalah untuk melindungi dan mengayomi masyarakatnya, bahkan Belanda sebagai pembuat Wetboek van Strafrecht (WvS) yang saat ini diadopsi menjadi KUHP lama pun telah menghapus hukuman mati dari sistem hukum mereka. Lantas, apa lagi yang menjadi alasan kuat untuk tetap memberlakukan hukuman mati ?

Menjadikan hukuman mati sebagai hukuman alternatif ialah jalan terbaik bagi hukum Indonesia. dengan memberikan waktu percobaan selama 10 tahun berarti mengidentifikasikan bahwa negara masih ingin mengayomi dan memfasilitasi rakyatnya agar berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. Dengan kebijakan baru ini juga menjadi udara penyengar bagi hukum Indonesia, karena berarti sudah tidak ada pertentangan antara UUD dengan KUHP yang berlaku nantinya, semua sudah dalam satu tujuan yang sama yaitu untuk melindungi rakyat dengan tetap menjamin keberadaan hak asasi manusia, salah satunya adalah hak untuk hidup sebagai hak dasar bagi seluruh mahluk hidup di bumi. Keadilan terbaik bukan berarti selalu ditegakkan dengan kekerasan, tetapi dengan pemulihan, penuntunan, pembinaan juga menjadi keadilan terbaik bagi mereka yang kehilangan arah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline