Lihat ke Halaman Asli

Ajeng Leodita Anggarani

Mamanya Toby & Orlee

[Pray for Pak RW] Persembahan Kecil untuk Ayah yang Mantaff Selalu

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13280948601569962826

Malam ini tak seperti biasa. Atraksi memperebutkan laptop antara ayah dan anak untuk dipakai menulis, tawa renyah kebapakkan, candaan konyol, request kopi dengan sedikit gula yang biasanya meluncur dari bibir lelaki itu seakan hilang. Rumah itu kini kosong. Tak ada penghuni. Karena Ajeng dan Ajen adiknya sedang menunggui ayah Edy Priyatna di balai kesehatan desa Rangkat yang sesungguhnya masih dalam proses pembangunan.

Beberapa hari lalu, saat sedang mencicil mengetik materi untuk bukunya, mendadak pak RW pingsan di depan laptopnya. Lalu tanpa aba – aba, Ajeng dan Ajen mencoba membawa ayah mereka dibantu bang Ari Ryan, Om Garong Ghumi, dan Pak Windu ke balai kesehatan.

Di sela – sela penantian mereka menunggu pak RW sadar, kedua kakak beradik ini berbincang – bincang.

“Kak, Valentine kita jadi nggak liburan sama ayah ke Bali ketemu sama kak Jingga?”tanya Ajen.

“Jadi dong dek,, kok kamu nggak yakin gitu?”Jawab Ajeng lugas.

“Ayah kan sakit kak?” Ajen mulai sesenggukan.

“Ayah pasti sembuh..pasti!! Kita harus yakin dek..”

Ajeng memeluk adiknya dengan penuh kasih sayang. Matanya pun sama basahnya seperti Ajen.

Disela – sela adegan melankolis itu tiba – tiba dari arah pintu kamar rawat pak RW terdengar suara ketukan. Ternyata Mommy, Aa Kades Hans, Pak RT Ibay, Mbak Ranti, Bunda Enggar, mbak Kembang, mbak Asih, kang Inin, Sekar, Ari Jaka, mbak Aciek, mbak Ve mas R.Z Hakim, dan mbak Yety datang. Mereka semua memasang wajah khawatir yang sama seperti wajah Ajeng dan Ajen.

“Jeng – Jen, bagaimana keadaan ayah kalian?” tanya Aa Kades.

“Ayah masih belum sadar pak RT. Tapi saya yakin ayah pasti sembuh.” Ajeng menjawab sambil terus memegangi tangan ayahnya.

“Kalian berdua yang sabar ya, kami semua mendoakan yang terbaik untuk ayah kalian. Pak Edy orang yang baik, dia pasti selalu di lindungi Tuhan.”Aa Kades Hans mencoba memberikan dukungan pada kedua putri pak RW itu.

“Amienn”Ajeng dan Ajen menjawab bersamaan.

Tak lama kemudian mereka semua pun pamit undur diri. Tinggalah mereka kembali hanya berdua menunggui dan terus berharap ada keajaiban yang akan menyembuhkan ayahanda tercinta.

* * *

Sisa 2 hari menjelang Valentine. Pak Edy masih terbaring lemah tak berdaya. Ajen semakin sering menangis. Dan Ajeng tak lelah – lelahnya menenangkan Ajen.

“Dek jangan nangis terus, kasihan ayah.” Pinta Ajen.

“Aku kangen ayah kak, kangen dimarahin, kangen diledekin,kangen manstaff-nya ayah kak..”Ajen kembali menangis bahkan jauh lebih kencang dari sebelumnya.

Ajeng membopong adiknya keluar kamar pak RW. Ia terbiasa membiarkan Ajen menangis sampai ia lelah dengan sendirinya.

Ajen menangis dalam pelukan kakaknya. Siapapun yang melihat pastilah mampu merasakan penderitaan yang sama dengan mereka. Sampai akhirnya Ajen tertidur di pangkuan Ajeng.

* * *

Dinding balai kesehatan Rangkat yang putih bersih dan suasananya yang hening membuat Ajeng dan Ajen sejenak melupakan Valentine. Padahal hari ini adalah hari kasih sayang. Dimana banyak cinta bertebaran untuk mereka yang saling mencintai dan mengasihi, entah status mereka kekasih, kakak beradik, atau anak dan orangtua. Namun nampaknya bagi kedua gadis ini, kesembuhan ayah mereka adalah kado Valentine terspesial dari Tuhan. Tapi tidak begitu dengan om Garong. Ia tetap menganggap bahwa Valentine’s day adalah saat yang tepat memberikan Ajeng segala macam yang berbau romantis.

Om Garong datang ke balai kesehatan itu untuk membawakan Ajeng seikat mawar merah dan 3 buah kotak berisikan chocolate Godiva yang konon katanya sudah ia persiapkan setengah tahun yang lalu dari Belgia.

Ajeng senang sekali menerimanya. Ia tak mampu berkata – kata. Ajen yang disampingnya pun hanya mampu tersenyum untuk menutupi ketakutannya akan kesehatan ayahnya yang semakin hari semakin buruk.

“Bang, coklatnya banyak banget?” tanya Ajeng malu – malu.

“Apanya yang banyak? Cuma 3 kok..”

“Mahal pasti ya?”

“Apa yang enggak buat kamu sayang?”

“Ah kamu bisa aja, ini aku kasih sama Ajen juga ya?”

“Lho memang sayang, itu sengaja ku berikan satu untukmu, satu untuk adikmu, dan yang 1 lagi untuk ayahmu.”

Mendadak pak RW yang sejak beberapa hari terakhir ini tak sadarkan diri terbangun dan matanya melotot memandang kea rah om Garong sambil berbicara dengan suara yang amat sangat jelas.

“Kamu kira, aku ini anak kecil dikasih cokelat?”

“Lho ayah? Kok? Eh? Gimana ini?” Ajen terkejut setengah mati melihat ayahnya yang kini sudah dalam posisi duduk di atas ranjangnya.

“Wah Pak RW sudah sembuh? Berarti selama ini pura – pura sakit?”

“Ya, gimana cara menjelaskannya.. saya juga jadi bingung. Begini nak Garong, waktu itu saya cuma bosan saja di rumah. Saya pura – pura pingsan. Habis waktu saya nulis puisi, si Ajeng sama adiknya itu kok Cuma gossip aja soal Dik Maharani. Lah saya kesel. Wong saya naksir kok malah nggak boleh? Saya pura – pura pingsan saja. Supaya kemauan saya dipenuhi. Eh selama disini dua anak ini kok Cuma nangis aja. Nggak nanya saya mau apa. Udah gitu Dik Mahar nggak ikut jenguk saya. Kalau saya pura – pura terus kan ongkos menginap disini saya juga yang bayar? Wah rugi dong saya. Ya sudah saya mau pulang, kamu kalau mau kasih saya kado Valentine tolong bayari biaya selama saya bobok dibalai kesehatan. Dah saya mau pulang. Dadah nak Garong. Mmuaaach”

Pak Rw pun langsung lompat menuruni kasur dan meninggalkan Ajeng, Ajen, dan om Garong yang saling beradu pandang.

* * *

Teruntuk Ayah, Pak RW Rangkat, Sahabat, Rekan kami

Edy Priyatna,

Semoga engkau diberikan kesembuhan total, diangkat semua penyakitmu, Amien.

Desa Rangkat merindukanmu Ayah




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline