Cerpen ini berangkat dari kisah nyata seorang bayi di Thailand
Buppha merangkak perlahan, menaiki anak tangga pada pintu masuk rumah. Darah yang tercecer semakin membanjiri lantai, betapa wajah Buppha amat menjijikkan. Buppha merangkak terus dan terus menuju kamar orangtuanya, Chai dan Chim. Kepalanya terus menengok ke kiri dan ke kanan bergantian.
Buppha naik ke atas ranjang, duduk di atas perut ibunya, sorot mata Buppha begitu tajam mematikan. “Mama,, aku pulang !!”
Chim membuka mata. Betapa terkejutnya dia mendapati balitanya yang sebulan lalu meninggal kini ada diatasnya.
Bau tanah dan nanah berbaur. Menciptakan aroma ketakutan.
“Bhu,,buphha?”
“Iya ma, aku pulang, aku tak mau disana. Aku ingin disini. Disini ma. Bersama kalian!!”
“Ta..tak mu..muungkin Buu,,Buphaaa.. alam kita berbeda. Mama ikhlaa..ss”
“KENAPA? APA KAU TAK LAGI MENYAYANGIKU? APA KAU BAHAGIA DENGAN KEMATIANKU?”
Mendadak suara Buppha menjadi serak. Bola matanya terjatuh, menggelinding ke bawah ranjang. Nanah membasahi selimut. Chim terpaku, tak bisa bangun. Merasakan semua ototnya kaku. Berusaha menggapai Chai, suaminya, yang tidur di sebelahnya. Buppha mendekatkan wajahnya pada wajah Chim. Bau amis itupun semakin lekat menghiasi penciuman Chim.
“APA KAU TETAP TAK MAU MEMBAWAKU PULANG MA??” tanya Buppha sekali lagi dengan geram.
“TIDAAAAAAKKK!!” jawab Chim dengan berteriak hingga mengejutkan Chai yang sedang tertidur pulas.
“Chim,,hei..Chim, bangun. Kau mimpi lagi?” Chai terkejut melihat istrinya berteriak dalam tidur.
Chim terbangun setelah tubuhnya di goyang-goyangkan oleh Chai. Lalu chim memeluk suaminya erat sambil menangis sesenggukan.
“Chai, ini malam ketiga aku memimpikannya. Pasti ada yang tidak beres. Lekas temui pendeta. Kita harus selesaikan ini.”
***
Sebulan lalu Buppha meninggal dunia. Balita ini menderita lemah jantung sejak ia lahir. Sebulan setelah kematiannya Buppha mendatangi Chim,mamanya, di dalam mimpi. Buppha seakan sudah mampu bicara. Ia katakan bahwa ia tak mau dimakamkan disana. Feeling seorang ibu yang membawa Chim mengajak suaminya membongkar makam Buppha. Mencari tahu akan mimpi yang kerap mengganggunya. Setelah berkonsultasi pada beberapa pendeta namun tak di beri izin maka Chim mengajak Chai membongkar sendiri makam Buppha.
*****
Malam itu, pemakaman Kanchanaburi lebih dingin dari biasanya. Tak ada lolongan anjing, tak ada sinar rembulan. Beberapa pohon Kamboja berbaris rapi seperti orang yang sedang berdiri. Chai dan Chim berjalan beriringan menuju lokasi makam Buppha. Dan segera menggalinya. Saat sekop itu menyentuh peti. Chai lebih berhati – hati menggali. Dan mereka mulai menarik peti bergerilya. Peti itu masih bagus. Wajar saja, karena baru sebulan Buppha meninggal. Dan saat peti di buka,,,
“Ya Tuhaaaaannnn Bupphaaaa ???!!!”
Pemandangan yang sangat ganjil, rambut dan kuku Buppha tetap tumbuh seperti biasa. Hanya beberapa bagian tubuhnya mengelupas. Buppha di bopong oleh Chai dengan perasaan ketakutan.
Jasad Buppha dibawa pulang. Ia tidak dipindahkan ke makam lain, melainkan di simpan dalam lemari kaca di rumah mereka. Setiap malam purnama, seperti ada suara ketukan dari lemari kaca itu. Raga Buppha memang mati namun jiwanya masih tetap ingin ada di bumi.
NB : Untuk membaca karya peserta MIRROR lain silahkan menuju ke sini !!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H