[caption id="attachment_72113" align="alignleft" width="300" caption="Saat wisuda putri bungsunya di Unpad. "][/caption] Saya sangat terkesan oleh mertuaku, di tanggal 26 Februari 2010, mengundang seluruh kerabat, termasuk anak cucu menantu dan saudara-saudaranya. Bapak mertua sengaja mengundang keluarga besarnya, tak lain sengaja untuk bersilaturahim di mana perjalanan masa begitu panjang telah membuat semua larut dalam kesibukan masing-masing. Pertemuan "Silaturahim Emas" 50 tahun pernikahan Bapak dan Ibu mertua dilaksanakan dalam suasana santai, sederhana namun tetap khidmat dan berkesan di rumah putra cikalnya, di Lembang. Hikmah pertemuan itu menegaskan bahwa dalam mengarungi rumah tangga diperlukan seorang nahkoda yang berwibawa, tegas dan tetap mengedepankan komunikasi dan keterbukaan serta saling menghargai setiap usul dan saran. Merajut ikatan rumah tangga, bukan diukur oleh kemapanan materi atau jabatan diemban, bukan pula oleh harta melimpah, tapi rasa cinta dan saling menghargai amat menentukan kelanggengan rumah tangga. Meski tidak sekolah tinggi dan memiliki jabatan maupun properti yang dibanggakan, Bapak dan Ibu mertua tak kenal lelah berjuang keras, mampu berhasil mengantarkan 8 putra/i nya hingga bangku perguruan tinggi, satu orang profesor, dua doktor dan seorang magister. Ini sebuah inspirasi luar biasa khususnya bagi saya. Di tengah segala keterbatasan, optimisme dan tekad tentu izinNyalah, menjadi energi dan semangat tiada habis bagi beliau. Pertemuan itu pula sekaligus pertemuan resmi terakhir, karena Bapak mertua pada tanggal 6 April 2010 dipanggil Yang Mahakuasa. Mahakarya berupa pendidikan telah mengangkat keluarga cukup terhormat. [caption id="attachment_72111" align="alignleft" width="300" caption="Hari berkesan: Minggu, 9 Nopember 1997 di Aula RM Ponyo, Cinunuk - Bandung"]
[/caption] Pembelajaran itupula amat bermakna bagi keluarga muda seperti saya. Hari ini, Selasa, 9 Nopember 2010, genap mengarungi 13 pernikahan saya. Bertempat di Aula RM Ponyo Cinunuk, Minggu, 9 Nopember 1997 saya melangsungkan pernikahan dengan suami, dan almarhum Bapak menjadi saksi, di samping ayah dan ibu saya. Riak gelombang dalam membangun rumah tangga adalah hal wajar. Bagaimana pun menyatukan dua karakter dan pribadi yang berbeda tentu tidak mudah. Yang penting mengelola riak gelombang agar tidak menjadi besar apalagi gelombang tsunami. Perjalanan menjadi menyenangkan dan nyaman dan biduk pun berlabuh ke tempat tujuan dengan selamat. Di tempat tujuan, niscaya bakal menemukan pemandanganluar biasa yang mempesona. Untuk itu diperlukan sikap saling menghargai dan tak lelah saling memberi sanjungan sebagai penghormatan dan penghargaan atas usaha kerja keras suami maupun anak-anak. Ini akan menambah suasana dalam keluarga menjadi hangat. Keterbukaan dalam memutuskan sesuatu, terutama berkaitan dengan keuangan atau program tertentu harus selalu didiskusikan agar maksud dan tujuan dapat terlaksana dengan baik dan ringan.
Hindari mengekspos hal tak perlu, apalagi kekurangan dan kelemahan diri, tapi bangunlah sisi-sisi positif dan keunggulan dimiliki suami atau isteri sehingga menjadi kebanggaan dan mampu memperkokoh ikatan lahir bathin. Bila almarhum Bapak dan Ibu telah melewati 50 tahun pernikahan dengan kawin emasnya, kakak pertama tahun lalu melalui 25 tahun dengan kawin peraknya. Karena 12,5 tahun tidak mungkin genap, maka hari ini, saya merayakan 13 tahun perkawinan saya atau kawin perunggu, hehe (**)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H