[caption id="attachment_302886" align="alignleft" width="178" caption="Om Didi lebih nyaman jadi aktor daripada insinyur (www.google.com)"][/caption] Banyak remaja atau mahasiswa pun masih malu-malu saat ditanya tentang cita-cita. Padahal dengan berani bermimpi sejak belia akan memudahkan membimbing dan mengarahkannya sesuai dengan talenta dan cita-citanya. Pada gilirannya kelak, profesi sesuai dengan bakat dan hobi, akan dijalani jauh lebih menyenangkan dan bikin enjoy daripada lingkungan yang sama sekali tidak disukainya. Sebagai gambaran, H. DIDI Widiatmoko, lebih dikenal Om Didi Petet malah bingung ketika lulus SMA. Ia tidak memiliki cita-cita. Ayahnya ingin dirinya meneruskan kuliah di ITB. Tapi Om Didi tidak suka matematika, juga tidak suka IPA. Ia tidak menyenangi mekanika dan kimia. Akibatnya, ia harus istirahat sekolah selama dua tahun. Pertemanan dengan Harry Roesli membawa pada kegiatan opera dan mampu menggugah "mata hatinya". Saat itu Om Didi baru menyadari, dirinya lebih nyaman di dunia seni dan teater. Om Didi pun masuk Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan kini sukses sebagai aktor dan tercatat sebagai dosen di almamaternya. Lain lagi dengan Pak SBY. Pak SBY kecil sangat terkesan kegagahan dan kedisiplinan taruna saat diajak sang Ayah berkunjung ke Kesatriaan AMN di Magelang tahun 1961. Kejadian itu seketika menmantik dan meyalakan cita-citanya menjadi tentara. Meskipun melalui pendidikan dan latihan berat, namun dijalani dengan rasa senang dan suka hati. Dengan memiliki cita-cita sejak dini, anak-anak akan menyenangi kegiatan yang memiliki relevansi dengan hobi dan bakatnya. Anak yang bermimpi menjadi dokter akan menyenangi pelajaran IPA khususnya biologi dan tidak takut mayat. Anak bercita-cita menjadi ahli teknik menyenangi pelajaran matematika dan fisika, dan menyenangi hal-hal berbau teknik. Peristiwa tersebut memotivasi belajar semakin ceria dan bersemangat. Guru di kelas memiliki kewajiban memantikkan nyala api mimpi anak didik ini. Pembelajaran atau kegiatan menggugah akan mendorong membukakan mata hati peserta didik. Tanpa disadari, anak disadarkan tentang bakat dan talentanya dan mendorong dirinya untuk berusaha mewujudkannya. Untuk bisa menggugah mereka, pembelajaran harus kreatif dan variatif. Pembelajaran tidak hanya di ruang kelas, tetapi dapat berupa kunjungan, seperti ke museum, lembaga/perusahaan, institusi, balai, atau taman konservasi harus disisipkan. Guru dituntut improvivatif kaya pengetahuan dan pengalaman sehingga memiliki bekal untuk dieksplorasi oleh para siswa. Begitu pun aktivitas siswa dalam membaca dan menggali informasi akan memudahkan bagi memilih cita-citanya yang sesuai dengan potensi dirinya. Tinggal guru dan tentu orang tualah yang nanti membimbingnya, sehingga modal cita-cita dan talenta anak bisa berbuah kesuksesan di kemudian hari. **
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H